Sabtu, 19 Juni 2010

UJI EFEK DIURETIK REBUSAN HERBA PECUT KUDA (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) TERHADAP MARMUT (Cavia porcellus)


BAB I
PENDAHULUAN

Sejak lama manusia menggunakan tumbuhan dan bahan alam lain sebagai obat untuk mengurangi rasa sakit, menyembuhkan dan mencegah penyakit tertentu, mempercantik diri serta menjaga kondisi badan agar tetap sehat dan bugar. Catatan sejarah diketahui bahwa fitoterapi dan terapi menggunakan tumbuhan telah dikenal sejak masa sebelum masehi. Hingga saat ini penggunaan tumbuhan atau bahan alam sebagai obat tersebut dikenal dengan sebutan obat tradisional
Penggunaan obat tradisional merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang kita dari generasi yang satu ke generasi berikutnya, sehinnga keberadaannya terkait dengan budaya bangsa Indonesia. Menurut penelitian masa kini obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan, dan kini semakin luas penggunaannya dalam masyarakat karena lebih mudah dijangkau, baik harga maupun ketersediaannya serta banyak digunakan karena tidak terlalu menyebabkan efek samping karena masih dapat dicerna oleh tubuh. (1,2)
Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan semua zat dari dalam darah. Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeluri (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Menurut pengertian lain diuresis mempunyai dua pengertian, yang pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dalam air. (3,4)
Salah satu jenis tumbuhan yang berkhasiat sebagai diuretik adalah Pecut Kuda (Stachytarpheta jamacensis L.Vahl ) suku verbenaceae. Pecut Kuda mempunyai rasa pahit dan bersifat dingin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam pecut kuda diantaranya alkaloid dan glikosida. Penyakit yang dapat diobati antara lain infeksi dan batu saluran kencing, reumatik, sakit tenggorokan, pembersih darah, haid tidak teratur, keputihan dan hepatitis A. (5,6)
Penelitian sebelumnya telah dilakukan yaitu uji efek antifungi ekstrak n-Butanol akar Pecut Kuda terhadap Candida albicans dan analisa KLT- Bioautografi oleh Mukrima tahun 2008 dari Fakultas MIPA, Universitas Pancasakti, Makassar. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut yaitu pada konsentrasi 4% ekstrak n-Butanol akar pecut kuda bersifat fungistatik dan 1 noda aktif pada nilai Rf 0,90 yang memberikan efek antifungi terhadap Candida albicans. (7)
Penggunaan herba Pecut Kuda sebagai obat diuretik, hanya berdasarkan pengalaman dan belum pernah dilakukan penelitian secara ilmiah. Maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu apakah rebusan herba pecut kuda (Stachytarpheta jamacensis L.Vah) dapat digunakan sebagai obat diuretik dan pada konsentrasi berapa rebusan herba pecut kuda dapat memberikan efek diuretik.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian uji efek diuretik rebusan herba pecut kuda terhadap marmut dengan hipotesis bahwa pemberian rebusan herba pecut kuda dapat memperlancarkan pengeluaran urin.
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek diuretik dari rebusan herba pecut kuda terhadap marmut (Cavia porcellus) dengan tujuan untuk memperoleh data ilmiah tentang tanaman pecut kuda sebagai obat diuretik agar pemanfaatannya dapat dikembangkan lebih lanjut dan dapat dipertanggung jawabkan.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
II.1.1 Klasifikasi Tanaman (11)
Dunia : Plantae
Divisi : Spermaetophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak Kelas : Asteridae
Bangsa : Lamiales
Suku : Verbenaceae
Marga : Stachytarpheta
Jenis : Stachytarpheta jamaicensis (L) Vahl
II.1.2 Nama Daerah (12)
Jawa : Sekar Laru
Sunda : Jarong
Toraja : Jarongan
Makassar : Pecut Kuda


II.1.3 Morfologi Tanaman (11)
Setengah perdu yang tegak, tinggi 1-2 m. Daun berhadapan, bertangkai sangat panjang, bulat telur atau bualat telur ellips, dengan pangkal menyempit sedikit, diatas pangkal yang bertepi rata beringgit bergigi, boleh dikatakan gundul, 4-8 kali 3-6 cm. Bulir bertangkai pendek, panjang 20-40 cm. Daun pelingdung kuat menempel pada kelopak, daun paroan bawah bertepi selaput lebar. Kelopak bergigi 4, panjang lk 0,5 cm. Tabung mahkota dan sumbuh membengkok, panjang hamper 1 cm; tepian terbentang datar. Benang sari 2, tanpa staminodia. Tonjolan dasar bunga bentuk bantal. Buah bentuk garis, berbiji 2. Dari amerika tropis. Di daerah penggunungan dan gunung rendah, terutama di daerah yang cerah cahaya matahari dan terlindung sedang, 1-1.500 m.

II.1.4 Kandungan Kimia (12)
Tanaman ini mengandung Glikosida flavonoid dan alkaloid.

II.1.5 Kegunaan Tanaman (12,21)
Tanaman ini digunakan untuk mengobati infeksi dan batu saluran kencing (memproduksi natrium, klorida dan kalium urin), rheumatik, sakit tenggorokan (Pharyngitis), pembersih darah, datang haid tidak teratur, keputihan, hepatitis A.



II.2 Metode Ekstraksi (8,10,13)

II.2.1 Pengertian dan Tujuan Ekstraksi
Ekstraksi asal kata dari bahasa latin extraction yang diturunkan dari kata kerja extahere berarti menarik keluar. Ekstraksi adalah penyarian zat yang berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman, hewan, mineral dengan metode dan pelarut tertentu. Ekstraksi bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bahan alam.

II.2.2 Jenis-Jenis Ektraksi
Jenis-jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara
dingin yaitu maserasi dan perkolasi. Ektraksi secara panas yaitu refluks, soxhletasi, destilasi uap air, infus, rebusan dan dekokta.

II.2.3 Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia nabati, hewan maupun mineral dengan cara yang cocok, diluar pengaruh sinar matahari lansung.

II.2.4 Proses Ektraksi
Pelarut atau cairan penyari akan menembus dinding sel dari simplisia secara osmosis. Setelah cairan penyari sampai diruang sel, maka cairan penyari akan melarutkan komponen kimia yang ada dalam sel, sehingga terjadi perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel. Karena adanya perbedaan konsentrasi tersebut maka akan terjadi proses difusi (pengaliran cairan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Peristiwa ini akan terjadi berulang-ulang hingga tercapai keseimbangan konsentarsi di dalam dan di luar sel.

II.2.5 Pengertian Rebusan
Rebusan adalah proses penyarian yang digunakan untuk menyari zat-zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Dengan cara membasahi bahan bakunya dengan air suling sebanyak 300 ml sambil dipanaskan hingga airnya tersisa 100 ml.

II.3 Uraian Hewan Uji (14,15)
Marmut (Cavia porcellus) yang berada di Indonesia hanya satu jenis yaitu beranbut pendek dengan tiga macam warna. Marmut digolongkan hewan mamalia atau hewan menyusui. Hewan menyusui bersifat berdarah panas yaitu suhu badanya tidak tergantung pada suhu lingkungannya. Marmut termasuk hewan darat atau terestis. Indra pengliahatan dan pendengaran berkembang sangat baik, kedua matanya ada di sisi samping kepala sehingga mudah melihat benda-benda, baik yang ada di depan maupun di belakang. Daun telinganya kecil sekali, tetapi mudah menangkap suara dari segala arah. Marmut termasuk hewan pengerat atau rodentia. Gigi serinya merupakan gigi utama. Marmut bersifat vivipar juga termasuk jenis hewan peridi artinya hewan yang mudah membiak dan banyak anak. Baik marmut jantan maupun betina memiliki dua putting di daerah ingviginal, walaupun hanya betina yang memiliki kelenjar susu. Kelanjar kelamin marmut jantan terdapat sepasang, halus, tansparan, panjangnya 10 cm, memanjang dari belakang ke arah abdomen. Marmut bila dipegang dengan lembut akan memberikan reaksi bersahabat terhadap kita, jarang mencakar atau mengigit dan tidak melompat keluar kandang yang terbuka.

II.4 Uraian Mengenai Ginjal

II.4.1 Anatomi Fisiologi Ginjal (16,17)
Ginjal merupakan sepasang organ yang berbentuk kacang yang terletak pada bagian ventral dinding perut bagian dorsal, di bawah bagian diafragma dan masing-masing terletak pada kedua sisi kolom tulang belakang. Bagian cembungnya mengarah ke lateral, bagian cekungnya ke medial. Pada bagian cekung ini terdapat hilus ginjal yang merupakan tempat keluar masuknya pembuluh, saraf serta ureter. Panjang ginjal 10-12 cm, penampang melintangnya 5-6 cm dan beratnya sekitar 120-200 gram. Kedua ginjal mengandung kira-kira 2.400.000 nefron dan tiap nefron dapat membentuk urin sendiri. Pada dasarnya nefron terdiri dari :
1. Suatu glomerulus dimana cairan difiltrasikan.
2. Suatu tubulus panjang dimana cairan yang difiltrasikan tersebut diubah menjadi urin dalamperjalannya ke pelvis ginjal.
Fungsi dasar nefron adalah untuk membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki ketika ia mengalir melalui ginjal tersebut, zat-zat yang harus dikeluarkan terutama meliputi produk akhir metabolism seperti ion natrium, ion klorida dan ion hydrogen cenderung terkumpul dalam tubuh dalam jumlah yang berlebih, nefron tersebut juga berfungsi untuk membersihkan plasma.

II.4.2 Fungsi Ginjal (4,17)
Ginjal memiliki sejumlah fungsi penting yaitu :
1. Ekskresi bahan yang tidak diperlukan
Ekskresi produk buangan meliputi produk sampingan dari metabolism karbohidrat (misalnya air, asam) dan metabolisme protein (urea, kreatinin dan asam urat), bersama dengan bahan yang jumlahnya melebihi kebutuhan tubuh (misalnya air).
2. Pengaturan homeostatis
Misalnya, keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa. Ginjal berperan penting dan secara aktif mempertahankan keseimbangan cairan yang paling tepat di seluruh tubuh.
3. Biosintesa dan metabolism hormone
Hal ini meliputi biosintesis (misalnya rennin, aldosteron; erythropoietin dan 1,25-dihidroksi vitamin D) serta metabolism hormone (misalnya insulin, steroid dan hormone-hormon tiroid).
Ginjal, lebih penting dari pada organ lain dalam pengaturan sifat-sifat penting cairan tubuh yang meliputi :
1. Volume darah
2. Volume cairan eksternal
3. Osmolitas cairan tubuh, yaitu perbandingan air dengan zat-zat terlarut
4. Konsentrasi khusus berbagai ion, dan
5. Tingkat keasaman cairan tubuh.

II.4.3 Penyakit Ginjal (16,17)
Fisiologi penyakit ginjal dapat digolongkan menjadi lima macam kategori fisiologi :
1. Kegagalan akut ginjal
Dimana ginjal berhenti bekerja sama.
2. Kegagalan kronis ginjal
Dimana secara progresif lebih banyak nefron yang rusak sampai ginjal tersebut tidak dapat melakukan semua fungsi yang diperlukan.
3. Penyakit ginjal hipertensif
Dimana lesi vaskuler atau glomerulus menyebabkan hipertensi tetapi tidak kegagalan ginjal.
4. Sidrom nefrotik
Dimana glomerulus telah menjadi jauh permeable dari normal sehingga sejumlah besar protein keluar ke dalam urin.
5. Kelainan spesifik tubulus
Yang menyebabkan reabsorbsi abnormal atau kurangnya reabsorpsi zat-zat tertentu oleh tubulus.

II.5 Pengertian Diuretik (3,16,18)
Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Menurut pengertian lain diuresis mempunyai dua pengertian, yang pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal.

II.6 Penggolongan Diuretik (3,16,19)

II.6.1 Penggolongan Diuretik Secara Umum
Secara umum diuretik dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu :
1. Diuretik osmotik antara lain : urea, manitol, gliserin dan isosorbid
2. Penghambat mekanisme transport elektrolit di dalam tubuli ginjal antara lain :
Penghambat karbonik anhidrase, benzotiadiasid, diuretik hemat kalium dan diuretik kuat.

II.6.2 Penggolongan Diuretik Berdasarkan Daya Diuretiknya

1. Diuretik dengan kerja umum
a. Diuretik berdaya kuat
Diuretik ini disebut juga diuretik lengkungan yang bekerja di lengkungan henle dan menyebabkan ekskresi lebih kurang 20% dari jumlah natrium yang berada di dalam ultrafitrat. Obat-obat ini bekerja kuat dan cepat tetapi agak singkat yaitu 4-6 jam. Banyak digunakan pada keadaan akut, misalnya pada udem otak dan paru-paru. Obat ini memiliki kurva dosis efek yang curam. Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah asam etakrinat, furosemid dan bumetamid.
b. Diuretik berdaya sedang
Dapat menyebabkan 5-10% ekskresi natrium di bagian muka tubuli distal. Efeknya lebih lemah dan lambat dibandingkan dengan diuretik lengkungan dan banyak digunakan pada terapi pemeliharaan, hipertensi dan bermacam-macam udem. Obat ini memiliki kurva dosis efek datar. Obat yang termasuk golongan ini adalah tiazid, mefrusid, klortalidon dan klopamida.
c. Diuretik berdaya lemah
Obat ini menyebabkan kurang 5% ekskresi natrium di bagian atas tubuli distal, termasuk golongan obat ini adalah amilorid, spironolakton dan triamteren.

2. Diuretik dengan kerja khususus
a. Diuretik osmotik
Reabsorpsi semua zat-zat ini semuanya bersifat non elektrolit dengan berat molekul kecil. Diuretik ini dahulu digunakan pada hiponatremia tertentu yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yaitu diinginkan diuretik tanpa kehilangan elektrolit. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah urea, manitol, gliserin dan isosorbid.
b. Penghambat karbonik anhidrase
Obat ini mengubah keseimbangan elektrolit, asidosis sistemik karena naiknya ekskresi karbonik terlihat telah dimantapkan secara baik. Anhidrase karbonik diketahui mengkatalis hidrasi karbondioksida (produk metabolit dari tubuli ginjal) menjadi asam karbonat dan demikian pula diasosiasi kebalikannya menjadi karbondioksida dan air. Asam kabonat yang terbentuk terionisasi memberikan ion karbonat dan ion hydrogen. Obat-obatyang termasuk golongan ini adalah asetazolamid, aklofenamid, etakzolamid dan metazolamid.

II.7 Tempat Kerja Diuretik (16,19)
Kebanyakan diuretik bekerja dengan mengurangi reabsorpsi ion natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga di tempat lain, yaitu :
1. Tubuli proksimal
Disini lebih kurang 70% dari ultra filtrat diserap kembali secara aktif antara lain glukosa, urea, ion natrium dan air. Filtrat ini tidak berubah dan tetap isotonik terhadap plasma. Diuretik osmotik bekerja di tempat ini dengan mengurangi reabsorpsi natrium dan air.
2. Lengkungan henle
Disegmen ini lebih kurang 20% dari klorida diangkut secara aktif ke dalam sel-sel tubuli dan disusun secara pasif oleh ion natrium, tetapi tanpa air, sehingga filtrat menjadi hipotonik. Diuretik lengkungan henle bekerja terutama dengan merintangi transport ion klorida.
3. Tubuli distal bagian depan
Di ujung atas lengkungan henle yang terletak dalam koretks, ion natrium diserap kembali secara aktif tanpa penarikan air, sehingga filtrat menjadi lebih cair dan menjadi hipotonik. Tiazid, klortalidon, mefrusiddan klopamid bekerja di tempat ini dengan merintangi reabsorpsi ion natrium dan ion klorida.
4. Tubuli distal bagian belakang
Disini ion natrium diserap kembali secara aktif dan berlansung penukaran dengan ion kalium, hydrogen dan ammonium. Proses ini dikembalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Zat-zat penghemat kalium bekerja di segmen ini, bekerja dengan cara mengulangi penukaran ion natrium dan ion kalium. Reabsorpsi dari air terutama terjadi di saluran pengumpulan (ductus collagens) dan disinilah bekerja Hormon Anti Diuretik (ADH).

II.8 Penggunaan Diuretik (3,4,17,20)
Kegunaan diuretik yaitu menurunkan volume darah dan cairan intestinal dengan cara meningkatkan ekskresi natrium klorida dan air bila diuretik diberikan secara akut, akan terjadi kehilangan natrium lebih banyak dari pada jumlah natrium yang dimakan. Tetapi pada penggunaan kronis akan dicapai keseimbangan, sehingga natrium yang masuk sama dengan natrium yang keluar. Diuretik dapat digunakan pada beberapa keadaan sebagai berikut :
1. Udema
Semua diuretik dapat digunakan pada keadaan udem yaitu keadaan dimana sejumlah besar cairan abnormal dalam ruangan jaringan intestinal tubuh (pembengkakan). Seringkali udem ini disertai dengan hiperaldosteronisme dank arena itu penggunaan diuretik cendrung disertai kehilangan kalium. Penyebab utama udem adalah payah jantung, penyebab lainnya adalah penyakit hati dan sidrom nefrotik. Pada keadaan ini diusahakan meningkatkan kadar kelium dalam serum dengan penggunaan diuretik hemat kalium.
2. Hipertensi
Dasar penggunaan diuretik pada hipertensi terutama karena efeknya terhadap resistensi perifer. Furosemid dab etkrinat mempunyai natriuesis lebih kuat dibandingkan dengan tiazid. Oleh karena itu, tiazid terpilih untuk pengobatan hipertensi berdasarkan pertimbangan efektivitas maupun besarnya biaya.
3. Batu Ginjal
Untuk membantu mengeluarkan endapan kristal dari ginjal dan saluran kemih (vesika urinaria) digunakan obat diuretik, misalnya tiazid. Tiazid dapat menurunkan ekskresi kalsium dalam urin. Hal ini sebagai akibat adanya kompensasi internal yang menyebabkan reabsorpsi kalsium di tubuli proksimal bertambah akibat adanya penghambatan lansung sekresi kalsium.
4. Diabetes Insipidus
Cara paradiksal diuretik justru mengurangi polyuria. Misalnya tiazid dapat mengurangi ekskresi air pada penderita diabetes insipidus kemungkinan melalui mekanisme kompensasi intrarenal.
5. Hiperkalsemia
Keadaan kadar kalsium darah yang tinggi pada hiperkalsemia yang cukup parah untuk menimbulkan gejala, diperlukan penurunan kalsium serum dengan cepat. Langkah pertama meliputi dehidrasi kalsium saline (garam kalsium fisiologi) dan kedua diuresis dengan menggunakan furosemid. Furosemid dosis tinggi secara intravena (100 mg) dalam infuse larutan garam fisiologis dapat menghambat reabsorpsi natrium, kalsium dan air di tubuli proksimal sehingga digunakan untuk pengobatan hiperkalsium. Untuk tujuan ini diperlukan pengeluaran urin sebanyak 20 liter sehari.
6. Keadaan Yang Memerlukan Diuretik Cepat
Pada udem paru, pemberian furosemid dan asam etakrinat secara intravena (iv) dapat menyebabkan diuresis cepat.

II.9 Tanaman yang Berkhasiat Diuretik
Tanaman yang berkhasiat diuretik yang banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah :
1. Akar Aren (Arenga piñata Merr)
2. Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill)
3. Buah Anyang-anyang (Elaocarpus grandiflorus Smith)
4. Daun Kejibeling (Strobilantes aristatus Miq.)
5. Daun Kumis Kucing (Orthosiphon satmineus Miq.)
6. Daun Tempuyung (Sonchus asiatica L.)
7. Daun Pegagan (Contella asiatica L.)
8. Herba Meniran (Phyllantus urinaria L.)
9. Klika Pulasari (Alyxia stellata Aust.)
10. Rimpang Rumput Teki (Cyperus rotundus L.)

II.10 Uraian Furosemid (3,4,8)
Furosemid adalah suatu diuretik dan derivate sulfonamid dengan rumus bangun sebagai berikut :




Asam -4-kloro-N-Furfuril-5-Sulfamoil antrnilat
Rumus kimia : C12H11ClN2O5S
Berat molekul : 330,74
Pemerian : Serbuk hablur putih atau hampir putih, tidak berbau, hampir tidak berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan kloroform P, larut dalam 75 bagian etanol 95% P, dan dalam 85 bagian eter P, larut dalam larutan alkali hidroksida.
Furosemid cepat diabsorpsi setelah pemberian oral mencpai kadar puncak dan dalam plasma setelah 60 menit, terikat pada protein plasma 99% sehingga bila terjadi nefrosis atau gagal ginjal kronik, maka diperlukan dosis furosemid jauh lebih besar dari pada dosis biasa.
Furosemid merupakan derivate sulfonamid yang berdaya diuretik kuat dengan titik kerjanya di lengkung henle bagian asendens. Mula kerjanya cepat, secara oral 0,5-1 jam dan bertahan selama 4-6 jam ekskresi melalui urin.











BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat-alat yang digunakan
1. Batang Pengaduk
2. Botol
3. Corong
4. Erlenmeyer 250, 500 ml Pyrex
5. Gelas ukur 100 ml Pyrex
6. Gelas piala 500 ml Pyrex
7. Kertas saring
8. Kain flannel
9. Kertas timbang
10. Kandang marmut
11. Kompor gas
12. Labu ukur 100 ml Pyrex
13. Lumpang dan stemper
14. Periuk rebusan
15. Spoit
16. Selang plastik
17. Timbangan analitik Acculab

III.1.2 Bahan yang digunakan
1. Air suling
2. Herba Pecut Kuda ( Stachytarpeta jamacensis L.Vahl )
3. Hewan uji Marmut ( Covia porselus )
4. Natrium Karboksi Metil Selulosa (Na.CMC) 1 %
5. Tablet Furosemid

III.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan Juni 2009, di Laboratorium Farmakologi Fakultas MIPA Universitas Pancasakti Makassar.

III.3 Konsep Operasional
Obat tradisional : Bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumhan, hewan, mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Simplisia : Bahan alam yang digunakan sebagai obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan.
Pemakaian oral : Suatu bentuk pemakaian obat dengan cara memasukkan obat lewat mulut lansung ke dalam lambung hewan menggunakan spoit oral.
Spoit oral : Alat injeksi yang telah dimodifikasi pada ujung jarum dibulatkan dengan jarum agak dibengkokkan.
Rebusan : Sediaan cair yang dibuat dengan merebus ramuan obat yang beasal dari simplisia, biasa berasal dari bahan segar atau yang telah dikeringkan.

III.4 Daftar Singkatan dan Lambang
b/v : Banyaknya gram zat dalam 100 ml larutan
Ml/g BB : Mililiter per gram berat badan
RAL : Rancangan Acak Lengkap
DB : Derajat bebas
FK : Faktor konversi
KT : Kuadrat tengah
JK : Jumlah kuadrat
Ft : F table
Fh : F hitung
NS : Non signifikan berarti tidak ada perbedaan efek
S : Signifikan artinya ada perbedaan efek
N : Hewan uji
∑ : Jumlah
_
X : Rata-rata
% : Persentase

III.5 Metode Penelitian

III.5.1 Pengambilan Sampel
Sampel berupa Herba Pecut Kuda diambil dari kelurahan Maccini sombala, Kecamatan Tamalate, Kabupaten/Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan.

III.5.2 Pengolahan Sampel
Sampel herba pecut kuda diambil, dikumpulkan, lalu dibersihkan dari kotoran atau benda asing yang melekat dengan cara dicuci, selanjutnya dipotong-potong kecil dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.

III.5.3 Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah marmut jantan sebanyak 15 ekor dipilih yang berbadan sehat, dewasa dengan berat badan 250-400 g. Hewan uji dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 ekor hewan uji. Kelompok I diberi air suling sebagai kontrol, kelompok II, III dan IV diberi rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 20 % b/v, 40 % b/v dan 60 % b/v sebagai kelompok perlakuan. Dan kelompok V diberi larutan Furosemid 0,008 % b/v sebagai pembanding.

III.6 Pembuatan Bahan Penelitian

III.6.1 Pembuatan Rebusan Herba Pecut Kuda (Stachytarpeta jamaicensis L. Vahl)
Herba pecut kuda dibuat dengan konsentrasi 20% b/v, 40% b/v, dan 60% b/v. Untuk pembuatan rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 20% dilakukan dengan menimbang 20 g simplisia herba pecut kuda (Stachytarpeta jamacensis L.Vahl) dan dimasukkan ke dalam periuk tanah lalu ditambahkan air suling sebanyak 300 ml kemudian direbus pada nyala api besar sampai mendidih sambil sekali-kali diaduk. Perebusan dianggap selesai bila air rebusan yang tersisa dari volume air semula adalah 100 ml sehingga diperoleh rebusan 20% b/v, selanjutnya diserkai dengan kain flannel, jika rebusan yang diperoleh kurang dari 100 ml, maka ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh rebusan yang dikehendaki. Untuk pembuatan rebusan dengan konsentrasi 40% b/v dan 60% b/v dilakukan dengan cara yang sama seperti di atas, yaitu dengan menimbang herba pecut kuda sebanyak 40 g dan 60 g kemudin masing-masing direbus dengan air suling sebanyak 300 ml.

III.6.2 Pembuatan Larutan Koloidal Na. CMC 1% b/v
Sebanyak 1 g serbuk Na. CMC dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam air suling panas (suhu 70oC) sambil diaduk elektrik hingga terbentuk larutan koloidal dan dicukupkan volumenya hingga 100 ml dengan air suling.
III.6.3 Pembuatan Suspensi Furosemid 0,008% b/v
Sebanyak 20 tablet Furosemid @ 40 mg ditimbang lalu dihitung bobot rata-ratanya kemudian dimasukkan ke dalam lumpang dan digerus, kemudian ditimbang sesuai yang dibutuhkan yaitu sebanyak 0,034 g serbuk tablet Furosemid untuk mendapatkan konsentrasi 0,008% b/v. Selanjutnya disuspensikan dengan Na.CMC 1 % b/v hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam labu terukur 100 ml kemudian dicukupkan volumenya sampai 100 ml dengan Na. CMC 1 % b/v.

III.7 Perlakuan Terhadap Hewan Uji
Hewan uji sebelum diberi perlakuan terlebih dahulu dipuasakan selama 5 jam. Kemudian masing-masing marmut ditimbang dan dihitung volume pemberiannya. Hewan uji dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 hewan uji, kelompok I diberi air suling sebagai control, kelompok II, III dan IV diberi rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 20 % b/v, 40 % b/v dan 60 % b/v sebagai kelompok perlakuan dan kelompok V diberi larutan Furosemid 0,008 % b/v sebagai pembanding. Masing-masing pemberian dilakukan secara oral. Volume pemberian maksimum untuk marmut adalah 10 ml/250 g BB.

III.8 Pengamatan dan Pengumpulan Data
Setelah semua marmut mendapat perlakuan, masing-masing ditempatkan dalam corong yang dibawahnya terdapat wadah penampung urine kemudian diamati dan dicatat frekuensi dan jumlah volume urine selama 5 jam.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Penelitian
Volume urin dan frekuensi diuresis yang dihasilkan setelah pemberian rebusan herba pecut kuda (Stachytarpeta jamacensis L.Vahl) pada beberapa konsentrasi pada marmut jantan sebagai berikut :
1. Kelompok I diberi air suling sebagai kontrol menghasilkan volume urin rata-rata 7 ml dan frekuensi diuresis rata-rata 2 kali dalam 5 jam. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2).
2. Kelompok II diberi rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 20% b/v menghasilkan volume urin rata-rata 13 ml dan frekuensi diuresis rata-rata 4,66 kali dalam 5 jam. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2).
3. Kelompok III diberi rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 40% b/v menghasilkan volume urin rata-rata 20,67 ml dan frekuensi diuresis rata-rata 5,66 kali dalam 5 jam. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2).
4. Kelompok IV diberi rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 60% b/v menghasilkan volume urin rata-rata 26,33 ml dan frekuensi diuresis rata-rata 7 kali dalam 5 jam. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2).
5. Kelompok V diberi larutan furosemid 0,008 b/v sebagai pembanding menghasilkan volume urin rata-rata 31 ml dan frekuensi diuresis rata-rata 8 kali dalam 5 jam. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2).
IV.2 Pembahasan
Diuretik adalah zat-zat yang dapat meningkatkan volume urin (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal.
Penelitian efek diuretik rebusan herba pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) terhadap marmut (Cavia porcellus) menggunakan 2 variabel yaitu frekuensi diuresis dan volume urin. Pengamatan terhadap frekuensi diuresis dilakukan dengan cara menghitung jumlah berapa kali marmut tersebut diuresis setelah perlakuan 5 jam, sedangkan volume urin diukur setiap jam selama 5 jam dan jumlah volume urin sudah dapat diukur.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmut jantan karena memiliki sistem hormonal yang lebih stabil dibandingkan dengan marmut betina. Sebelum perlakuan masing-masing marmut dipuasakan selama 6 jam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya interaksi antara zat aktif dengan makanan yang terdapat di lambung.
Efek diuretik dari rebusan herba pecut kuda disebabkan karena adanya kandungan alkaloid yang berefek lansung pada tubulus yaitu menyebabkan peningkatan ekskresi Na+ dan Cl- serta glikosida flavonoid yang mungkin dapat berfungsi menghambat transportasi Na+ atau K+ dan juga Cl- sehingga menyebabkan retensi Na+ , K+ , Cl- dan air dalam tubulus, demikian juga dengan mekanisme kerja furosemid.
Penggunaan air suling sebagai kontrol dimaksudkan untuk melihat adanya efek dari masing-masing konsentrasi rebusan herba pecut kuda, sedangkan penggunaan furosemid dimaksudkan untuk membandingkan efek diuretik dari masing-masing konsentrasi rebusan pecut kuda. Furosemid digunakan sebagai pembanding karena jenis obat ini banyak digunakan dan umumnya digunakan secara oral. Furosemid merupakan diuretik golongan kuat karena sangat mudah dan cepat diabsorpsi di saluran pencernaan, obat golongan ini ini berikatan dengan protein sangat tinggi dan waktu paruh yang sangat bervariasi yaitu 30 menit sampai 1 jam. Selain itu juga mempunyai efek samping saluran cerna lebih ringan dan kurva dosis responnya lebih curam.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) menunjukkan bahwa pemberian beberapa konsentrasi rebusan herba pecut kuda memberikan efek diuretik yang berbeda nyata. Dimana Untuk perhitungan volume urin, diperoleh rata-rata perlakuan yaitu air suling (kontrol), rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 20%, 40% dan 60% b/v serta furosemid 0,008% b/v (pembanding) masing-masing sebesar 7; 13; 20,67; 26,33; dan 31, hal ini berarti terdapat perbedaan yang nyata antara semua perlakuan.
Untuk perhitungan frekuensi diuresis, diperoleh rata-rata perlakuan yaitu air suling (kontrol), rebusan herba pecut kuda 20%, 40% dan 60% b/v serta furosemid 0,008% b/v (pembanding) masing-masing sebesar 2; 4,66; 5,66; 7; dan 8 kali, hal ini berarti terdapat perbedaan yang nyata antara semua perlakuan.
Pada gambar histogram jumlah volume urin pada masing-masing konsentrasi rebusan herba pecut kuda, kontrol dan pembanding terlihat makin tinggi konsentrasi rebusan pecut kuda maka makin besar pula jumlah volume urin yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.
Pada gambar histogram frekuensi diuresis masing-masing konsentrasi rebusan herba pecut kuda, kontrol dan pembanding terlihat makin tinggi konsentrasi rebusan herba pecut kuda makin besar pula frekuensi diuresis yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.
Dengan demikian perbedaan volume urin serta frekuensi diuresis yang dihasilkan oleh kontrol dengan rebusan herba pecut kuda disebabkan karena rebusan herba pecut kuda terdapat zat-zat yang berkhasiat sebagai diuretik. Jika dibandingkan dengan suspensi furosemid, efek diuretik yang ditimbulkan lebih besar karena furosemid adalah bahan diuretik tunggal dan merupakan golongan diuretik berdaya kuat yang bekerja pada ansa henle asenden pada bagian epitel tebal dengan cara menghambat transport natrium, kalium, dan klorida.






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data secara statistik dan pembahasan, maka dapa disimpulkan bahwa :
1. Rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 20%, 40% dan 60% b/v dapat menimbulkan efek diuretik pada marmut jantan.
2. Pada penelitian ini, makin besar konsentrasi maka makin besar efek diuretik. Pada konsentrasi 60% menunjukkan efek yang tidak berbeda nyata dengan yang ditimbulkan oleh suspensi furosemid 0,008% (α = 0,05).

V.2 Saran
Untuk menambah data ilmiah disarankan melakukan penelitian uji efek diuretik dari herba pecut kuda dengan menggunakan metode yang lain.







DAFTAR PUSTAKA

1. Muhlisa, F. 1995. Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 1-2.

2. http://id.wikipedia.org/wiki/obat tradisional. Diakses 14 Desember 10 Februari 2009.

3. Ganiswara, G. Sulastri., 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 380.

4. Tjay, T.N. Raharjo. K., 1986. Obat-Obat Penting Khasiat dan Penggunaannya Serta Efek Sampingnya. EdisiIV. Dirjen Pengawasan Obat Dan Makanan. Jakarta. Hal 488-490.

5. Hariana, Arief. 2002. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 2

6. Tim Redaksi Buku Murah. 2005. Khasiat Tanaman Obat. Edisi I. Penerbit Pustaka Buku Murah.

7. Mukrima. 2008. Uji Efek Antifungi Ekstrak n-Butanol Akar Pecut Kuda (Stachytarpheta jamacensis L. Vahl) Terhadap Candida albicansdan KLT-Bioautografi. Universitas Pancasakti. Makassar

8. Departemen Pendidikan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Penerbit Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

9. Kelompok Kerja Ilmiah. 1993. Penapisan Farmakologi Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. Yayasan Pengembanan Obat Bahan Alam Phyto Medica, Jakarta.

10. Departemen Pendidikan Republik Indonesia. 1989. Sediaan Galenik. Penerbit Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Hal 8-10.

11. Stenis, Van, J.G.G.C. 1997. Flora. Penerbit Pradaya Paramitha. Jakarta. Hal 348.
12. Wijayakusuma, H, dkk. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia.
Pustaka Kartini. Jakarta. Hal 76-77.

13. Sugeng, H.R. 2001. Tanaman Apotik Hidup. Penerbit Anika Ilmu. Semarang.
Hal 74.
14. Malole, N.B.M, Pramono. 1980. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Penerbit Institut Pertanian. Bogor. Hal 74-76.

15. Mardono, A, dkk. 1980. Anatomi Marmut. Penerbit PT. Intermassa. Jakarta. Hal 4

16. Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Edisi V. Penerbit ITB. Bandung. Hal 557.

17. Gayton, A.C. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Hal 287-288.

18. Tjay. T.H. Kirana. R. 2002. Obat-obat Penting. Edisi ke-V. Departemen Keshatan RI. Jakrta. Hal 207.

19. Mary J. Mycek, Richard A. Harvey. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Penerbit Widya Medika. Hal 100, 226, 230, 234, 227.

20. Pearce, E.C. 2002. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerbit Gramedia. Jakarta. Hal 245.

















Tabel 1 : Hasil Pengamatan Volume Urin (ml) Selama 5 Jam

N Perlakuan
I II III IV V
1

2
3 5

9

7 10

14

15 18

20

24 26

25

28 30
32
31

Keterangan :
N : Hewan uji
I : Air suling (kontrol)
II : Rebusan herba pecut kuda 20% b/v
III : Rebusan herba pecut kuda 40% b/v
IV : Rebusan herba pecut kuda 60% b/v
V : Suspensi furosemid 0,008% b/v (pembanding)








Tabel 2. Hasil Pengamatan Frekuensi Diuresis (kali) Selama 5 Jam

N Perlakuan
I II III IV V
1

2
3 1

3

2 5

4

5 6

6

5 8

7

6 7
9
8

Keterangan :
N : Hewan uji
I : Air suling (kontrol)
II : Rebusan herba pecut kuda 20% b/v
III : Rebusan herba pecut kuda 40% b/v
IV : Rebusan herba pecut kuda 60% b/v
V : Suspensi furosemid 0,008% b/v (pembanding)








Lampiran 1 : Perhitungan Statistik Data Volume Urin (ml)
Hasil Pengamatan Volume Urin (ml) Selama 5 Jam

N Perlakuan Jumlah Total
I II III IV V
1

2
3 5

9

7 10

14

15 18

20

24 26

25

28 30
32
31 89
100
105
∑ 21 39 62 79 93 294
_
X 7 13 20,67 26,33 31

Keterangan :
N : Hewan uji
∑ : Jumlah volume urin (ml)
_
X : Rata-rata volume urin (ml)

I : Air suling (kontrol)

II : Rebusan herba pecut kuda 20% b/v
III : Rebusan herba pecut kuda 40% b/v
IV : Rebusan herba pecut kuda 60% b/v
V : Suspensi furosemid 0,008% b/v (pembanding)




1. Perhitungan Anava Volume Urin
A. Perhitungan derajat bebas untuk setiap sumber keseragaman
db Total = Total banyak pengamatan-1
= (r.t) -1
= (3.5) - 1
= 15 - 1
= 14
db Perlakuan = Total banyak perlakuan-1
= t - 1
= 5 - 1
= 4

db Galat = db Total - db Perlakuan
= 14 - 4
= 10
B. Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK)
JK




= 5762,4

1. Jumlah kuadrat Total (JKT)
JKT = T (Yij)2
= (5)2 + (9)2 + (7)2 +………. + (32)2 + (31)2
= 25 + 81 + 49 +……..+ 1024 + 961
= 7046
2. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)
JKP - FK
= - 5762,4

= - 5762,4

- 5762,4

= 6898,66 – 5762,4
= 1136,27
3. Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
JKG = JKT – FK – JKP
= 7046 – 5762,4 – 1136,27
= 147,33
C. Perhitungan Kuadrat Tengah
1. Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP)
KTP =


= 284,06
2. Kuadrat Tengah Galat (KTG)
KTG =



= 14,73
D. Perhitungan Distribusi F hitung
F hitung =

= 19,32

2. Tabel Anava

Sumber Variasi
DB
JK
KT
F Hitung F Tabel
5% 1%
Rata-rata perlakuan 1 5762,4 5762,4


19,32**
Perlakuan 4 1136,27 284,06
3,48
5,99
Galat 10 147,33 14,73
Total 15 7046

Keterangan :
* : Signifikan pada α = 0,05
** : Signifikan pada α = 0,01
Karena F hitung > F tabel pada taraf (α) 0,05 = 3,84 dan taraf (α) 0,01 = 5,99 sangat signifikan artinya ada perlakuan yang sangat berbeda nyata terhadap volume urin marmut, untuk mengetahui yang paling berpengaruh di antara perlakuan tersebut, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Student Newman Keuls (SNK).

3. Uji Lanjutan Student Newman Keuls (SNK)
Syi =

=

= 1,71
Daftar nilai baku Q untuk uji beda nyata yaitu :
α = 0,05 diperoleh
P 2 3 4 5
Rentang 3,15 3,88 4,33 4,66




Kemudian dikali dengan harga rentangan yang diperoleh 1,71 maka didapat RST untuk tiap konsentrasi sebagai berikut :
P 2 3 4 5
RST 5,38 6,63 7,4 7,97


Dari tabel 1 didapat rata-rata perlakuan setelah disusun menurut dari yang terkecil sampai yang terbesar diperoleh :
Rata-rata volume urin dari masing-masing konsentrasi
Perlakuan I II III IV V
Air suling 20% b/v 40% b/v 60% b/v Furosemid
Rata-rata hasil 7 13,00 20,67 26,33 31,00

(I – II) = 6 > 5,38 S
(I – III) = 13,67 > 6,63 S
(I – IV) = 19,33 > 7,4 S
(I – V) = 24 > 7,97 S
(II – III) = 7,67 > 5,38 S
(II – IV) = 13,33 > 6,63 S
(II – V) = 18 > 7,4 S
(III – IV) = 5,66 > 5,38 S
(III – V) = 10,33 > 6,63 S
(IV – V) = 4,67 < 5,38 NS

Keterangan :
S : Signifikan ada perbedaan efek atau tidak sama efeknya
NS : Non signifikan ada perbedaan atau sama efeknya
I : Air suling (kontrol)
II : Rebusan herba pecut kuda 20% b/v
III : Rebusan herba pecut kuda 40% b/v
IV : Rebusan herba pecut kuda 60% b/v
V : Suspensi furosemid 0,008% b/v (pembanding)



Lampiran 2 : Perhitungan Statistik Data Frekuensi Diuresis (kali)
Hasil Pengamatan Frekuensi Diuresis (kali) Selama 5 Jam

N Perlakuan Jumlah Total
I II III IV V
1

2
3 1

3

2 5

4

5 6

6

5 8

7

6 7
9
8 27
29
26
∑ 6 14 17 21 24 82
_
X 2 4,66 5,66 7 8


Keterangan :
N : Hewan uji
∑ : Jumlah volume urin (ml)
_
X : Rata-rata volume urin (ml)

I : Air suling (kontrol)

II : Rebusan herba pecut kuda 20% b/v
III : Rebusan herba pecut kuda 40% b/v
IV : Rebusan herba pecut kuda 60% b/v
V : Suspensi furosemid 0,008% b/v (pembanding)



1. Perhitungan Anava Frekuensi Diuresis (kali)
A. Perhitungan derajat bebas untuk setiap sumber keseragaman
db Total = Total banyak pengamatan-1
= (r.t) -1
= (3.5) - 1
= 15 - 1
= 14
db Perlakuan = Total banyak perlakuan-1
= t - 1
= 5 - 1
= 4

db Galat = db Total - db Perlakuan
= 14 - 4
= 10
B. Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK)
JK


= 448,26

1. Jumlah kuadrat Total (JKT)
JKT = T (Yij)2
= (1)2 + (3)2 + (2)2 +………. + (9)2 + (8)2
= 1 + 9 + 4 +……..+ 81 + 64
= 520
2. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)
JKP - FK
= – 448,26
= – 448,26
= 64,40
3. Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
JKG = JKT – FK – JKP
= 520 – 448,26 – 64,40
= 7,34
C. Perhitungan Kuadrat Tengah
1. Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP)
KTP =

= 16,1
2. Kuadrat Tengah Galat (KTG)
KTG =

= 0,73


D. Perhitungan Distribusi F hitung
F hitung =

= 22,05

2. Tabel Anava

Sumber Variasi
DB
JK
KT
F Hitung F Tabel
5% 1%
Rata-rata perlakuan 1 448,26 448,26


22,05*
Perlakuan 4 64,40 16,1
3,48
5,99
Galat 10 7,34 0,73
Total 15 520


Keterangan :
* : Signifikan pada α = 0,05
** : Signifikan pada α = 0,01
Karena F hitung > F tabel pada taraf (α) 0,05 = 3,84 dan taraf (α) 0,01 = 5,99 sangat signifikan artinya ada perlakuan yang sangat berbeda nyata terhadap volume urin marmut, untuk mengetahui yang paling berpengaruh di antara perlakuan tersebut, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Student Newman Keuls (SNK).

3. Uji Lanjutan Student Newman Keuls (SNK)
Syi =
=

=

= 0,38
Daftar nilai baku Q untuk uji beda nyata yaitu :
α = 0,05 diperoleh
P 2 3 4 5
Rentang 3,15 3,88 4,33 4,66



Kemudian dikali dengan harga rentangan yang diperoleh 0,38 maka didapat RST untuk tiap konsentrasi sebagai berikut :
P 2 3 4 5
RST 1,19 1,45 1,64 1,77


Dari tabel 2 didapat rata-rata perlakuan setelah disusun menurut dari yang terkecil sampai yang terbesar diperoleh :
Rata-rata frekuensi diuresis dari masing-masing konsentrasi
Perlakuan I II III IV V
Air suling 20% b/v 40% b/v 60% b/v Furosemid
Rata-rata hasil 2 4,66 5,66 7 8

(I – II) = 2,66 > 1,19 S
(I – III) = 3,66 > 1,45 S
(I – IV) = 5 > 1,64 S
(I – V) = 6 > 1,77 S
(II – III) = 1 < 1,19 NS
(II – IV) = 2,34 > 1,45 S
(II – V) = 3,34 > 1,64 S
(III – IV) = 1,34 < 1,77 NS
(III – V) = 2,34 > 1,19 S
(IV – V) = 1 < 1,54 NS



Keterangan :
S : Signifikan ada perbedaan efek atau tidak sama efeknya
NS : Non signifikan ada perbedaan atau sama efeknya
I : Air suling (kontrol)
II : Rebusan herba pecut kuda 20% b/v
III : Rebusan herba pecut kuda 40% b/v
IV : Rebusan herba pecut kuda 60% b/v
V : Suspensi furosemid 0,008% b/v (pembanding

1 komentar: