Sabtu, 19 Juni 2010

Perawatan Rambut

Kunci rambut sehat terletak pada kebersihan kulit kepala. Tentukan jadwal mencuci rambut. Tentang seberapa sering mencuci rambut sesuaikan dengan kebutuhan rambut. Untuk jenis rambut berminyak cucilah lebih sering agar tidak terasa lengket. Untuk rambut kering sebaliknya, karena pencucian yang terlalu sering menyebabkan minyak alami

Merawat Rambut yang Dicat
Pewarna rambut yang baik pasti mengandung zat tertentu untuk melindungi rambut dari kerusakan sekaligus menjaga agar warnanya tidak mudah luntur.

Pada dasarnya merawat rambut yang diwarnai adalah sama, apa pun warnanya, baik merah, kuning, hijau, coklat atau warna menyolok lainnya. Mungkin sepintas akan membuat anda tampak trendy, tapi pada tahap berikutnya biasanya anda akan dipusingkan dengan upaya mengembalikannya ke posisi atau warna sernula. Maklum penampilan seperti itu hanya mode sementara waktu.

Untuk perawatan di rumah, sebaiknya gunakanlah shampoo khusus untuk rambut diwarnai. Anda bisa memilih rangkaian shampoo dan kondisioner yang formulanya mengandung Nutri- Filter ditambah Cationic Polymers yang mampu membentuk semacam lapisan pada setiap helai rambut sehingga rambut terlindung dari pengaruh buruk lingkungan seperti sinar matahari dan polusi udara. Hasilnya, warna rambut tidak cepat pudar, rambut pun tampak sehat berkilau

Untuk perawatan di salon, Anda bisa melakukan creambath setiap 2 atau 3 minggu sekali. Tapi jangan lupa, perawatan salon tidak akan maksimal bila Anda tidak teratur merawat rambut secara intensif di rumah! Untuk menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan, dianjurkan untuk melakukan tes alergi terlebih dahulu sebelum mewarnai rambut, Caranya:
- Oleskan sedikit krim pewarna rambut di bagian belakang telinga
- Diamkan selama kurang lebih 48 jam
- Jika Anda tidak merasakan reaksi seperti gatal- gatal, timbul ruam merah atau iritasi berarti Anda dapat melanjutkan mewarnai rambut
- Tapi sebaliknya jika terasa panas, gatal dan iritasi berarti Anda mengalami reaksi alergi. Hentikanlah pemakaian segera.

Ketika menjalani proses pewarnaan, lapisan kutikula akan membuka sehingga pigmen warna jadi mudah terserap. Jadi jika Anda mencucinya langsung menggunakan shampoo maka sebesar kurang lebih 50% pewarna rambut akan memudar. Waktu keramas yang dianjurkan minimal 24 jam setelah proses pewarnaan. Gunakan shampoo dan kondisioner khusus rambut diwarnai. Dengan demikian, pigmen tak mudah luntur dan rambut pun terlindungi. Perlu Anda ketahui juga bahwa pewarna rambut yang baik pasti mengandung zat tertentu untuk melindungi rambut dari kerusakan sekaligus menjaga agar warnanya tidak mudah luntur

Tips Merawat Rambut Berkerudung
Sengaja aku khususkan buat yang kerudungan saja tips ini. Karena banyak banget masalah yang dialamin cewek berkerudung tentang perawatan rambut. Kadang ada yang jengkel sampe dipotong cepak, alasannya sepele rambutnya rusak soale sering diikat. Ups jangan salah .. bagi kamu yang berkerudung bisa kok punya rambut panjang dan indah asal kamu mo merawatnya. Ini sedikit tipsnya:

1. “Walaupun kamu berkerudung harus tetep cuci rambut minimal 2 kali seminggu yah.. mentang mentang nggak keliatan trus nggak pernah keramas.. idih..
2. Usahakan kalo keramas sore sehingga terhindar dari sinar matahari langsung.
3. Kalo terpaksa harus segera berkerudung, keringkan dulu rambutmu, biar nggak terlalu basah.
4. Hindari sisiran pada saat rambut basah. Ini mencegah rontoknya rambut dan mencegah rambut jadi kempel nggak tergerai satu satu.
5. Saat mengucir rambut jangan pake karet, Karena rambut akan sulit bernapas dan malah jadi rusak.
6. Pada saat di rumah (nggak berkerudung) biarkan rambut tergerai, sehingga rambut dapat bernafas. Misale gerah banget, dijepit aja.
7. Sisirlah rambut sebelum tidur, dan pada posisi tidur rambut ditaruh di atas kepala. Sehingga nggak terlalu mosak masik saat bangun.

Bagi cewek kerudungan, met mencoba yah, semoga bermanfaat. Jangan keburu dipotong yah rambutnya. Rambut kan mahkota juga selain kerudung

Perawatan Rambut di Malam Hari
Seperti sel-sel kulit dan bagian tubuh lainnya, sel rambut juga mengalami regenerasi aktif di malam hari. Karena itu memberikan nutrisi dan perlakuan khusus sebelum tidur akan membuat kesehatan dan kecantikan rambut Anda tetap terjaga.

Pijatan. Dengan memijat-mijat kulit kepala, debu dan polutan yang menempel pada rambut akan rontok. Selain itu juga melancarkan peredaran darah. Lakukan pijatan paling 2-10 menit sebelum pergi tidur.

Menyisir. Sisir akan meratakan minyak yang dikeluarkan kulit kepala dan mencegahnya mengumpul pada satu tempat, yang bisa menghambat pertumbuhan rambut. Selain itu, menyisir juga akan menutup kutikula sehingga rambut akan tampak lebih bersinar.

Ketombe. Minyak esensial dari batang tanaman teh diketahui mempunyai daya antiseptik, membersihkan dan detoksifikasi. Usapkan dan pijat-pijat di kulit kepala sebelum tidur dan bilas di pagi harinya.

Pelembab. Jaga selalu kelembaban rambut. Anda bisa membuatnya dari campuran lavender atau rosemary oil dengan sweet almond oil. Usap dan pijat-pijatkan pada kulit kepala serta rambut dari pangkal sampai ujung. Bungkus dengan handuk dan biarkan semalaman.

Bercabang. Jika rambut Anda bercabang, potong dulu cabangnya, lalu rawat dengan campuran minyak bunga matahari dan minyak cendana. Usapkan cukup banyak pada ujung rambut, biarkan semalaman dan cuci di pagi harinya.

Ingin membuat rambut berombak? Malam hari sebelum tidur, lembabkan rambut dengan sedikit air, tapi pastikan kulit kepala tetap kering. Bagi menjadi tiga atau empat bagian, lalu jalin atau kepang dan biarkan semalaman. Ombak yang dihasilkan tergantung dari kencang tidaknya mengepang. Semakin kencang, akan semakin keriting

Problema Kerontokan Rambut
Belakangan ini rambut saya gampang rontok. Setiap menyisir cukup banyak helai rambut yang ikut tersangkut di gigi sisir. Padahal saya sudah mengganti dengan sisir yang memiliki gigi agak longgar. Tetap saja tidak ada perubahan. Kata teman saya mengalami problema rambut karena beban psikologis alias stress. Apa benar begitu padahal saya enjoy-enjoy aja? Atau ada factor lain yang tak saya sadari?

Banyak faktor yang dapat meng akibatkan terjadinya kerontokan (bahkan sampai kebotakan), antara lain:
1. Stress
2. Pengobatan atau penyakit tertentu
3. Kekurangan mineral
4. Diet yang tidak seimbang
5. infeksi jamur/ bakteri
6. Penggunaan produk tertentu (tidak cocok)
7. Penggunaan alat penghias rambut, misalnya mengikat rambut terlalu kencang atau penggunaan brush rollers yang terlalu sering
8. Perubahan hormon, misalnya ketika hamil. Kehamilan dapat menyebabkan produksi folikel terhenti untuk sementara
9. Kebotakan dapat pula disebabkan oleh faktor genetis

Dalam kondisi normal pun kerontokan rambut bisa saja terjadi. Biasanya ketika kulit kepala mengalami masa istirahat (resting stage) untuk kemudian beregenerasi kembali. Berbeda dengan lansia, pada usia muda kerontokan serta perubahan warna rambut masih tergolong normal bila tidak melebihi 15 % (termasuk yang Anda temui pada sisir, bantal dan ketika Anda keramas !) dari jumlah keseluruhan rambut yang menempel di kulit kepala.

Rata- rata jumlah normal rambut rontok perhari adalah 20 hingga 60 helai (dibawah 100). Semakin tua usia seseorang, semakin banyak jumlah rambut yang rontok dan tidak tumbuh kembali. Untuk menguatkan akar rambut, rawatlah menggunakan shampoo berformula khusus yang dapat membantu memberi asupan nutrisi bagi rambut, sehingga dapat mengurangi kerusakan rambut hingga 40 %. Gunakan kondisioner supaya hasilnya optimal

Tips untuk pertumbuhan rambut
- Kurangi atau berhenti merokok, kafein dan soda yang bisa menghambat rambut tumbuh maksimal.
- Pilih makanan diet yang sehat, hindari makanan berkadar lemak atau gula yang tinggi.
- Perlakukan rambut seperti tali yang sudah tua. Rawat dengan hati-hati dan jangan terlalu sering menyisir atau memegang rambut.
- Hindari menggunakan air panas, pengering rambut yang terlalu panas atau alat lainnya yang bisa membuat rambut menjadi stres.
- Jangan lupa berolahraga
- Lakukan perawatan rutin seperti creambath dua minggu sekali atau hair spa
- Potong ujungnya secara teratur untuk menghindari rambut bercabang
- Istirahat cukup, sehingga rambut tubuh subur

KEGUNAAN ENZIM DALAM BEBERAPA BIDANG INDUSTRI

Enzim di alam telah digunakan sejak zaman dahulu untuk memproduksi produk-produk makanan, seperti keju, bir dan cuka, dan dalam pembuatan komoditi sebagai kulit, nila dan linen. Berkembangnya proses fermentasi selama beberapa abad terakhir, memungkinkan untuk produksi enzim semakin dimurnikan, baik persiapan skala kecil maupun skala besar. Perkembangan ini memungkinkan penggunaan enzim menjadi produk industri yang baik misalnya, dalam deterjen, tekstil dan pati industri. Berikut adalah penggunaan enzim dalam berbagai bidang industri:

o Industri Deterjen

Rekayasa versi tradisional enzim untuk produksi deterjen adalah, protease dan amilase. Pada generasi kedua, generasi enzimnya dioptimalkan untuk memenuhi persyaratan dan kinerja deterjen yang lebih baik, dimana komposisi deterjen juga terus dikembangkan. Kompatibilitas enzim dengan deterjen (yaitu sifat stabilitasnya) diutamakan, sehingga kemampuannya untuk berfungsi pada suhu yang lebih rendah juga memberikan peningkatan, untuk menghemat energi, temperatur yang digunakan dalam pencucian rumah tangga dan mesin pencuci piring otomatis telah diturunkan pada tahun ini. Protease menampilkan aktivitas yang rendah telah diisolasi dari alam, tetapi juga telah berkembang di laboratorium dengan evolusi yang diarahkan pada pendekatan dengan bahan awal subtilisin Ness protease digunakan satu putaran untuk mengisolasi DNA menyeret protease baru dengan meningkatkan berbagai sifat

o Enzim Untuk Konversi Pati

Konversi enzimatik pati oleh jagung untuk sirup fruktosa adalah bioproses yang menakjubkan. Enzim yang digunakan dalam industri tepung juga mengalami perbaikan yang konstan. Langkah pertama dalam proses ini adalah konversi pati untuk oligomaltodextrins oleh aksi α-amilase. Sekarang α-amilase dengan sifat yang dioptimalkan, seperti peningkatan stabilitas termal, toleransi asam, dan kemampuan untuk digunakan tanpa penambahan kalsium.

o Produksi Bahan Bakar Alkohol

Selama beberapa dekade terakhir, telah terjadi peningkatan minat penggunaan bahan bakar alcohol yang diakibatkan oleh kenaikan minyak mentah dunia dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, saat ini dilakukan upaya penting untuk mengembangkan enzim yang menggunakan substrat seperti lignoselulosa, untuk membuat bio-ethanol lebih kompetitif dengan bahan bakar fosil. Biaya enzim yang dibutuhkan untuk mengubah lignoselulosa menjadi materi yang cocok untuk fermentasi merupakan masalah besar, sehingga penelitian difokuskan pada pengembangan enzim dengan aktivitas tinggi dan stabilitas yang baik.

o Tekstil Aplikasi

Dalam industri tekstil penggunaan enzim merupakan sesuatu yang baru. Proses berbasis enzim banyak dilakukan sehingga menggunakan sedikit air dan energi, kini telah dikembangkan berdasarkan lyase pectate. sehingga dampak positif lingkungan dari proses ini diakui oleh masyarakat luas. Menyusul penemuan ini, enzim kini telah diperkenalkan ke sebagian pabrikan tekstil katun, karena penggunaan enzim ini memiliki manfaat yang baik bagi industri tekstil dan lingkungan.

o Enzim Untuk Industri Pakan

Penggunaan enzim sebagai pakan aditif juga semakin dikembangkan. Sebagai contoh, xylanases dan-β glucanases telah digunakan beberapa dekade terakhir ini. Pada pakan berbasis sereal untuk hewan monogastric, memanfaatkan tanaman berbasis feed berisi selulosa dengan jumlah besar dan hemiselulosa. Selama beberapa tahun terakhir penelitian difokuskan pada pemanfaatan fosfor alam yang terikat dalam asam fitat. Pendekatan alternatif untuk pengembangan enzim sehingga lebih efektif telah meningkatkan aktivitas katalitik phytases jamur oleh situs directed mutagenesis. Namun pemanfaatan fosfor tidak hanya menjadi masalah yang menjadi perhatian untuk industri pakan ternak, upaya terus menerus dilakukan untukpeningkatan nilai gizi dari berbagai feed sumber, misalnya, dengan meningkatkan kadar cerna protein dalam bungkil kedelai. Sangat mungkin bahwa di masa depan kita akan melihat hidrolitik enzim yang berbeda dan baru diterapkan di industri pakan untuk meningkatkan nilai jual pakan.

o Enzim Untuk Industri Makanan

Aplikasi enzim dalam industri makanan sangat banyak dan beragam, umumnya untuk semua aplikasi makanan. Beberapa kemajuan telah dibuat dalam optimasi enzim untuk aplikasi yang ada dan dalam penggunaan rekombinan produksi protein untuk memberikan efisien mono komponen enzim yang tidak memiliki potensi merusak efek samping. Baru-baru ini, banyak penelitian telah dilakukan pada aplikasi dari transglutaminase sebagai agen texturing dalam memproses misalnya, mie sosis, dan yoghurt. Hambatan yang mungkin mencegah penggunaan yang lebih luas, adalah terbatasnya ketersediaan enzim dalam skala industri pada saat ini. Penggunaan klarifikasi lakase dari jus (laccases mengkatalisis dan menghubungkan lintas dari polifenol, yang mengakibatkan penghapusan polifenol oleh filtrasi yang mudah) dan untuk rasa perangkat tambahan dalam bir ditetapkan aplikasi baru dalam industri minuman.

o Pengolahan Lemak dan Minyak

Dalam industri lemak dan minyak, beberapa enzim baru saja diperkenalkan. Meskipun penggunaan lipase amobil dalam interesterifikasi dari trigliserida pertama kali dijelaskan pada 1980-an, prosesnya belum cukup efektif, misalnya, dalam produksi margarin.Meskipun produksi enzim telah menjadi jauh lebih efisien, biaya imobilisasi tetap terkendala. Sebuah proses baru untuk immobilisasi lipase berdasarkan granulasi silika telah secara dramatis menurunkan biaya proses, dan prosedur berdasarkan materi baru sekarang sedang diimplementasikan untuk produksi com- modity lemak dan minyak tanpa kandungan asam lemak-trans.

o Enzim Untuk Sintesis Organik

Contohnya adalah dalam produksi enantiomer tunggal intermediates yang digunakan dalam pembuatan obat dan bahan kimia pertanian. Baru-baru ini diperkenalkan proses enzim berbasis termasuk penggunaan lipase untuk produksi alkohol enantiomurni dan Amida, nitrilases untuk produksi asam karboksilat enantiomurni, dan acylases untuk produksi penisilin semisintetik baru.

Seperti yang disebutkan di atas, enzim saat ini digunakan di beberapa industri produk yang berbeda. Berkat kemajuan dalam bioteknologi modern, enzim dapat dikembangkan, di mana tidak ada enzim yang diharapkan dapat diterapkan hanya satu dekade saja. Umumnya untuk sebagian besar aplikasi, pengenalan enzim sebagai katalis yang efektif bekerja pada kondisi ringan, menghasilkan penghematan yang signifikan dalam sumber daya seperti energi dan air untuk kepentingan industri baik dalam pertanian dan lingkungan. Teknologi enzim menawarkan potensi besar bagi banyak industri untuk membantu memenuhi tantangan yang akan kita hadapi dalam masa yang akan datang.

Hipertensi

Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama). Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur.

Diketahui 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat diidentifikasi penyebab penyakitnya. Itulah sebabnya hipertensi dijuluki pembunuh diam-diam atau silent killer. Seseorang baru merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika telah terjadi komplikasi. Jadi baru disadari ketika telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung, koroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke .Hipertensi pada dasarnya mengurangi harapan hidup para penderitanya.
Hipertensi selain mengakibatkan angka kematian yang tinggi (high case fatality rate) juga berdampak kepada mahalnya pengobatan dan perawatan yang harus ditanggung para penderita. Perlu pula diingat hipertensi berdampak pula bagi penurunan kualitas hidup.
Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Jika salah satu orang tua terkena Hipertensi, maka kecenderungan anak untuk menderita Hipertensi adalah lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki orang tua penderita Hipertensi.
Diagnosis
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).

Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan tekanan darah tinggi tidaklah jelas, sehingga klasifikasi Hipertensi dibuat berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah yang mengakibatkan peningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun 1999, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHG dinyatakan sebagai hipertensi; dan di antara nilai tsb disebut sebagai normal-tinggi. (batasan tersebut diperuntukkan bagi individu dewasa diatas 18 tahun).
Gejala
Mekanisme Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan.
Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
2. Hipertensi sekunder/li>
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
Berdasarkan faktor akibat Hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

- Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
- Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia lanjut. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
- Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Oleh sebab itu, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi. Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Pada 70-80% kasus Hipertensi primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan Hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.

Pencegahan
Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup. Hindari kebiasaan lainnya seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko Hipertensi walaupun mekanisme timbulnya belum diketahui pasti.

Pengobatan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.

Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
3. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol

Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
• Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
• Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.

• Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.

• Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.

• Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

• Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.

• Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

UJI EFEK DIURETIK REBUSAN HERBA PECUT KUDA (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) TERHADAP MARMUT (Cavia porcellus)


BAB I
PENDAHULUAN

Sejak lama manusia menggunakan tumbuhan dan bahan alam lain sebagai obat untuk mengurangi rasa sakit, menyembuhkan dan mencegah penyakit tertentu, mempercantik diri serta menjaga kondisi badan agar tetap sehat dan bugar. Catatan sejarah diketahui bahwa fitoterapi dan terapi menggunakan tumbuhan telah dikenal sejak masa sebelum masehi. Hingga saat ini penggunaan tumbuhan atau bahan alam sebagai obat tersebut dikenal dengan sebutan obat tradisional
Penggunaan obat tradisional merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang kita dari generasi yang satu ke generasi berikutnya, sehinnga keberadaannya terkait dengan budaya bangsa Indonesia. Menurut penelitian masa kini obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan, dan kini semakin luas penggunaannya dalam masyarakat karena lebih mudah dijangkau, baik harga maupun ketersediaannya serta banyak digunakan karena tidak terlalu menyebabkan efek samping karena masih dapat dicerna oleh tubuh. (1,2)
Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan semua zat dari dalam darah. Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeluri (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Menurut pengertian lain diuresis mempunyai dua pengertian, yang pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dalam air. (3,4)
Salah satu jenis tumbuhan yang berkhasiat sebagai diuretik adalah Pecut Kuda (Stachytarpheta jamacensis L.Vahl ) suku verbenaceae. Pecut Kuda mempunyai rasa pahit dan bersifat dingin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam pecut kuda diantaranya alkaloid dan glikosida. Penyakit yang dapat diobati antara lain infeksi dan batu saluran kencing, reumatik, sakit tenggorokan, pembersih darah, haid tidak teratur, keputihan dan hepatitis A. (5,6)
Penelitian sebelumnya telah dilakukan yaitu uji efek antifungi ekstrak n-Butanol akar Pecut Kuda terhadap Candida albicans dan analisa KLT- Bioautografi oleh Mukrima tahun 2008 dari Fakultas MIPA, Universitas Pancasakti, Makassar. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut yaitu pada konsentrasi 4% ekstrak n-Butanol akar pecut kuda bersifat fungistatik dan 1 noda aktif pada nilai Rf 0,90 yang memberikan efek antifungi terhadap Candida albicans. (7)
Penggunaan herba Pecut Kuda sebagai obat diuretik, hanya berdasarkan pengalaman dan belum pernah dilakukan penelitian secara ilmiah. Maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu apakah rebusan herba pecut kuda (Stachytarpheta jamacensis L.Vah) dapat digunakan sebagai obat diuretik dan pada konsentrasi berapa rebusan herba pecut kuda dapat memberikan efek diuretik.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian uji efek diuretik rebusan herba pecut kuda terhadap marmut dengan hipotesis bahwa pemberian rebusan herba pecut kuda dapat memperlancarkan pengeluaran urin.
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek diuretik dari rebusan herba pecut kuda terhadap marmut (Cavia porcellus) dengan tujuan untuk memperoleh data ilmiah tentang tanaman pecut kuda sebagai obat diuretik agar pemanfaatannya dapat dikembangkan lebih lanjut dan dapat dipertanggung jawabkan.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
II.1.1 Klasifikasi Tanaman (11)
Dunia : Plantae
Divisi : Spermaetophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak Kelas : Asteridae
Bangsa : Lamiales
Suku : Verbenaceae
Marga : Stachytarpheta
Jenis : Stachytarpheta jamaicensis (L) Vahl
II.1.2 Nama Daerah (12)
Jawa : Sekar Laru
Sunda : Jarong
Toraja : Jarongan
Makassar : Pecut Kuda


II.1.3 Morfologi Tanaman (11)
Setengah perdu yang tegak, tinggi 1-2 m. Daun berhadapan, bertangkai sangat panjang, bulat telur atau bualat telur ellips, dengan pangkal menyempit sedikit, diatas pangkal yang bertepi rata beringgit bergigi, boleh dikatakan gundul, 4-8 kali 3-6 cm. Bulir bertangkai pendek, panjang 20-40 cm. Daun pelingdung kuat menempel pada kelopak, daun paroan bawah bertepi selaput lebar. Kelopak bergigi 4, panjang lk 0,5 cm. Tabung mahkota dan sumbuh membengkok, panjang hamper 1 cm; tepian terbentang datar. Benang sari 2, tanpa staminodia. Tonjolan dasar bunga bentuk bantal. Buah bentuk garis, berbiji 2. Dari amerika tropis. Di daerah penggunungan dan gunung rendah, terutama di daerah yang cerah cahaya matahari dan terlindung sedang, 1-1.500 m.

II.1.4 Kandungan Kimia (12)
Tanaman ini mengandung Glikosida flavonoid dan alkaloid.

II.1.5 Kegunaan Tanaman (12,21)
Tanaman ini digunakan untuk mengobati infeksi dan batu saluran kencing (memproduksi natrium, klorida dan kalium urin), rheumatik, sakit tenggorokan (Pharyngitis), pembersih darah, datang haid tidak teratur, keputihan, hepatitis A.



II.2 Metode Ekstraksi (8,10,13)

II.2.1 Pengertian dan Tujuan Ekstraksi
Ekstraksi asal kata dari bahasa latin extraction yang diturunkan dari kata kerja extahere berarti menarik keluar. Ekstraksi adalah penyarian zat yang berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman, hewan, mineral dengan metode dan pelarut tertentu. Ekstraksi bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bahan alam.

II.2.2 Jenis-Jenis Ektraksi
Jenis-jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara
dingin yaitu maserasi dan perkolasi. Ektraksi secara panas yaitu refluks, soxhletasi, destilasi uap air, infus, rebusan dan dekokta.

II.2.3 Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan cara menyari simplisia nabati, hewan maupun mineral dengan cara yang cocok, diluar pengaruh sinar matahari lansung.

II.2.4 Proses Ektraksi
Pelarut atau cairan penyari akan menembus dinding sel dari simplisia secara osmosis. Setelah cairan penyari sampai diruang sel, maka cairan penyari akan melarutkan komponen kimia yang ada dalam sel, sehingga terjadi perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel. Karena adanya perbedaan konsentrasi tersebut maka akan terjadi proses difusi (pengaliran cairan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Peristiwa ini akan terjadi berulang-ulang hingga tercapai keseimbangan konsentarsi di dalam dan di luar sel.

II.2.5 Pengertian Rebusan
Rebusan adalah proses penyarian yang digunakan untuk menyari zat-zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Dengan cara membasahi bahan bakunya dengan air suling sebanyak 300 ml sambil dipanaskan hingga airnya tersisa 100 ml.

II.3 Uraian Hewan Uji (14,15)
Marmut (Cavia porcellus) yang berada di Indonesia hanya satu jenis yaitu beranbut pendek dengan tiga macam warna. Marmut digolongkan hewan mamalia atau hewan menyusui. Hewan menyusui bersifat berdarah panas yaitu suhu badanya tidak tergantung pada suhu lingkungannya. Marmut termasuk hewan darat atau terestis. Indra pengliahatan dan pendengaran berkembang sangat baik, kedua matanya ada di sisi samping kepala sehingga mudah melihat benda-benda, baik yang ada di depan maupun di belakang. Daun telinganya kecil sekali, tetapi mudah menangkap suara dari segala arah. Marmut termasuk hewan pengerat atau rodentia. Gigi serinya merupakan gigi utama. Marmut bersifat vivipar juga termasuk jenis hewan peridi artinya hewan yang mudah membiak dan banyak anak. Baik marmut jantan maupun betina memiliki dua putting di daerah ingviginal, walaupun hanya betina yang memiliki kelenjar susu. Kelanjar kelamin marmut jantan terdapat sepasang, halus, tansparan, panjangnya 10 cm, memanjang dari belakang ke arah abdomen. Marmut bila dipegang dengan lembut akan memberikan reaksi bersahabat terhadap kita, jarang mencakar atau mengigit dan tidak melompat keluar kandang yang terbuka.

II.4 Uraian Mengenai Ginjal

II.4.1 Anatomi Fisiologi Ginjal (16,17)
Ginjal merupakan sepasang organ yang berbentuk kacang yang terletak pada bagian ventral dinding perut bagian dorsal, di bawah bagian diafragma dan masing-masing terletak pada kedua sisi kolom tulang belakang. Bagian cembungnya mengarah ke lateral, bagian cekungnya ke medial. Pada bagian cekung ini terdapat hilus ginjal yang merupakan tempat keluar masuknya pembuluh, saraf serta ureter. Panjang ginjal 10-12 cm, penampang melintangnya 5-6 cm dan beratnya sekitar 120-200 gram. Kedua ginjal mengandung kira-kira 2.400.000 nefron dan tiap nefron dapat membentuk urin sendiri. Pada dasarnya nefron terdiri dari :
1. Suatu glomerulus dimana cairan difiltrasikan.
2. Suatu tubulus panjang dimana cairan yang difiltrasikan tersebut diubah menjadi urin dalamperjalannya ke pelvis ginjal.
Fungsi dasar nefron adalah untuk membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki ketika ia mengalir melalui ginjal tersebut, zat-zat yang harus dikeluarkan terutama meliputi produk akhir metabolism seperti ion natrium, ion klorida dan ion hydrogen cenderung terkumpul dalam tubuh dalam jumlah yang berlebih, nefron tersebut juga berfungsi untuk membersihkan plasma.

II.4.2 Fungsi Ginjal (4,17)
Ginjal memiliki sejumlah fungsi penting yaitu :
1. Ekskresi bahan yang tidak diperlukan
Ekskresi produk buangan meliputi produk sampingan dari metabolism karbohidrat (misalnya air, asam) dan metabolisme protein (urea, kreatinin dan asam urat), bersama dengan bahan yang jumlahnya melebihi kebutuhan tubuh (misalnya air).
2. Pengaturan homeostatis
Misalnya, keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa. Ginjal berperan penting dan secara aktif mempertahankan keseimbangan cairan yang paling tepat di seluruh tubuh.
3. Biosintesa dan metabolism hormone
Hal ini meliputi biosintesis (misalnya rennin, aldosteron; erythropoietin dan 1,25-dihidroksi vitamin D) serta metabolism hormone (misalnya insulin, steroid dan hormone-hormon tiroid).
Ginjal, lebih penting dari pada organ lain dalam pengaturan sifat-sifat penting cairan tubuh yang meliputi :
1. Volume darah
2. Volume cairan eksternal
3. Osmolitas cairan tubuh, yaitu perbandingan air dengan zat-zat terlarut
4. Konsentrasi khusus berbagai ion, dan
5. Tingkat keasaman cairan tubuh.

II.4.3 Penyakit Ginjal (16,17)
Fisiologi penyakit ginjal dapat digolongkan menjadi lima macam kategori fisiologi :
1. Kegagalan akut ginjal
Dimana ginjal berhenti bekerja sama.
2. Kegagalan kronis ginjal
Dimana secara progresif lebih banyak nefron yang rusak sampai ginjal tersebut tidak dapat melakukan semua fungsi yang diperlukan.
3. Penyakit ginjal hipertensif
Dimana lesi vaskuler atau glomerulus menyebabkan hipertensi tetapi tidak kegagalan ginjal.
4. Sidrom nefrotik
Dimana glomerulus telah menjadi jauh permeable dari normal sehingga sejumlah besar protein keluar ke dalam urin.
5. Kelainan spesifik tubulus
Yang menyebabkan reabsorbsi abnormal atau kurangnya reabsorpsi zat-zat tertentu oleh tubulus.

II.5 Pengertian Diuretik (3,16,18)
Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Menurut pengertian lain diuresis mempunyai dua pengertian, yang pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal.

II.6 Penggolongan Diuretik (3,16,19)

II.6.1 Penggolongan Diuretik Secara Umum
Secara umum diuretik dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu :
1. Diuretik osmotik antara lain : urea, manitol, gliserin dan isosorbid
2. Penghambat mekanisme transport elektrolit di dalam tubuli ginjal antara lain :
Penghambat karbonik anhidrase, benzotiadiasid, diuretik hemat kalium dan diuretik kuat.

II.6.2 Penggolongan Diuretik Berdasarkan Daya Diuretiknya

1. Diuretik dengan kerja umum
a. Diuretik berdaya kuat
Diuretik ini disebut juga diuretik lengkungan yang bekerja di lengkungan henle dan menyebabkan ekskresi lebih kurang 20% dari jumlah natrium yang berada di dalam ultrafitrat. Obat-obat ini bekerja kuat dan cepat tetapi agak singkat yaitu 4-6 jam. Banyak digunakan pada keadaan akut, misalnya pada udem otak dan paru-paru. Obat ini memiliki kurva dosis efek yang curam. Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah asam etakrinat, furosemid dan bumetamid.
b. Diuretik berdaya sedang
Dapat menyebabkan 5-10% ekskresi natrium di bagian muka tubuli distal. Efeknya lebih lemah dan lambat dibandingkan dengan diuretik lengkungan dan banyak digunakan pada terapi pemeliharaan, hipertensi dan bermacam-macam udem. Obat ini memiliki kurva dosis efek datar. Obat yang termasuk golongan ini adalah tiazid, mefrusid, klortalidon dan klopamida.
c. Diuretik berdaya lemah
Obat ini menyebabkan kurang 5% ekskresi natrium di bagian atas tubuli distal, termasuk golongan obat ini adalah amilorid, spironolakton dan triamteren.

2. Diuretik dengan kerja khususus
a. Diuretik osmotik
Reabsorpsi semua zat-zat ini semuanya bersifat non elektrolit dengan berat molekul kecil. Diuretik ini dahulu digunakan pada hiponatremia tertentu yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yaitu diinginkan diuretik tanpa kehilangan elektrolit. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah urea, manitol, gliserin dan isosorbid.
b. Penghambat karbonik anhidrase
Obat ini mengubah keseimbangan elektrolit, asidosis sistemik karena naiknya ekskresi karbonik terlihat telah dimantapkan secara baik. Anhidrase karbonik diketahui mengkatalis hidrasi karbondioksida (produk metabolit dari tubuli ginjal) menjadi asam karbonat dan demikian pula diasosiasi kebalikannya menjadi karbondioksida dan air. Asam kabonat yang terbentuk terionisasi memberikan ion karbonat dan ion hydrogen. Obat-obatyang termasuk golongan ini adalah asetazolamid, aklofenamid, etakzolamid dan metazolamid.

II.7 Tempat Kerja Diuretik (16,19)
Kebanyakan diuretik bekerja dengan mengurangi reabsorpsi ion natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga di tempat lain, yaitu :
1. Tubuli proksimal
Disini lebih kurang 70% dari ultra filtrat diserap kembali secara aktif antara lain glukosa, urea, ion natrium dan air. Filtrat ini tidak berubah dan tetap isotonik terhadap plasma. Diuretik osmotik bekerja di tempat ini dengan mengurangi reabsorpsi natrium dan air.
2. Lengkungan henle
Disegmen ini lebih kurang 20% dari klorida diangkut secara aktif ke dalam sel-sel tubuli dan disusun secara pasif oleh ion natrium, tetapi tanpa air, sehingga filtrat menjadi hipotonik. Diuretik lengkungan henle bekerja terutama dengan merintangi transport ion klorida.
3. Tubuli distal bagian depan
Di ujung atas lengkungan henle yang terletak dalam koretks, ion natrium diserap kembali secara aktif tanpa penarikan air, sehingga filtrat menjadi lebih cair dan menjadi hipotonik. Tiazid, klortalidon, mefrusiddan klopamid bekerja di tempat ini dengan merintangi reabsorpsi ion natrium dan ion klorida.
4. Tubuli distal bagian belakang
Disini ion natrium diserap kembali secara aktif dan berlansung penukaran dengan ion kalium, hydrogen dan ammonium. Proses ini dikembalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Zat-zat penghemat kalium bekerja di segmen ini, bekerja dengan cara mengulangi penukaran ion natrium dan ion kalium. Reabsorpsi dari air terutama terjadi di saluran pengumpulan (ductus collagens) dan disinilah bekerja Hormon Anti Diuretik (ADH).

II.8 Penggunaan Diuretik (3,4,17,20)
Kegunaan diuretik yaitu menurunkan volume darah dan cairan intestinal dengan cara meningkatkan ekskresi natrium klorida dan air bila diuretik diberikan secara akut, akan terjadi kehilangan natrium lebih banyak dari pada jumlah natrium yang dimakan. Tetapi pada penggunaan kronis akan dicapai keseimbangan, sehingga natrium yang masuk sama dengan natrium yang keluar. Diuretik dapat digunakan pada beberapa keadaan sebagai berikut :
1. Udema
Semua diuretik dapat digunakan pada keadaan udem yaitu keadaan dimana sejumlah besar cairan abnormal dalam ruangan jaringan intestinal tubuh (pembengkakan). Seringkali udem ini disertai dengan hiperaldosteronisme dank arena itu penggunaan diuretik cendrung disertai kehilangan kalium. Penyebab utama udem adalah payah jantung, penyebab lainnya adalah penyakit hati dan sidrom nefrotik. Pada keadaan ini diusahakan meningkatkan kadar kelium dalam serum dengan penggunaan diuretik hemat kalium.
2. Hipertensi
Dasar penggunaan diuretik pada hipertensi terutama karena efeknya terhadap resistensi perifer. Furosemid dab etkrinat mempunyai natriuesis lebih kuat dibandingkan dengan tiazid. Oleh karena itu, tiazid terpilih untuk pengobatan hipertensi berdasarkan pertimbangan efektivitas maupun besarnya biaya.
3. Batu Ginjal
Untuk membantu mengeluarkan endapan kristal dari ginjal dan saluran kemih (vesika urinaria) digunakan obat diuretik, misalnya tiazid. Tiazid dapat menurunkan ekskresi kalsium dalam urin. Hal ini sebagai akibat adanya kompensasi internal yang menyebabkan reabsorpsi kalsium di tubuli proksimal bertambah akibat adanya penghambatan lansung sekresi kalsium.
4. Diabetes Insipidus
Cara paradiksal diuretik justru mengurangi polyuria. Misalnya tiazid dapat mengurangi ekskresi air pada penderita diabetes insipidus kemungkinan melalui mekanisme kompensasi intrarenal.
5. Hiperkalsemia
Keadaan kadar kalsium darah yang tinggi pada hiperkalsemia yang cukup parah untuk menimbulkan gejala, diperlukan penurunan kalsium serum dengan cepat. Langkah pertama meliputi dehidrasi kalsium saline (garam kalsium fisiologi) dan kedua diuresis dengan menggunakan furosemid. Furosemid dosis tinggi secara intravena (100 mg) dalam infuse larutan garam fisiologis dapat menghambat reabsorpsi natrium, kalsium dan air di tubuli proksimal sehingga digunakan untuk pengobatan hiperkalsium. Untuk tujuan ini diperlukan pengeluaran urin sebanyak 20 liter sehari.
6. Keadaan Yang Memerlukan Diuretik Cepat
Pada udem paru, pemberian furosemid dan asam etakrinat secara intravena (iv) dapat menyebabkan diuresis cepat.

II.9 Tanaman yang Berkhasiat Diuretik
Tanaman yang berkhasiat diuretik yang banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah :
1. Akar Aren (Arenga piñata Merr)
2. Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill)
3. Buah Anyang-anyang (Elaocarpus grandiflorus Smith)
4. Daun Kejibeling (Strobilantes aristatus Miq.)
5. Daun Kumis Kucing (Orthosiphon satmineus Miq.)
6. Daun Tempuyung (Sonchus asiatica L.)
7. Daun Pegagan (Contella asiatica L.)
8. Herba Meniran (Phyllantus urinaria L.)
9. Klika Pulasari (Alyxia stellata Aust.)
10. Rimpang Rumput Teki (Cyperus rotundus L.)

II.10 Uraian Furosemid (3,4,8)
Furosemid adalah suatu diuretik dan derivate sulfonamid dengan rumus bangun sebagai berikut :




Asam -4-kloro-N-Furfuril-5-Sulfamoil antrnilat
Rumus kimia : C12H11ClN2O5S
Berat molekul : 330,74
Pemerian : Serbuk hablur putih atau hampir putih, tidak berbau, hampir tidak berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan kloroform P, larut dalam 75 bagian etanol 95% P, dan dalam 85 bagian eter P, larut dalam larutan alkali hidroksida.
Furosemid cepat diabsorpsi setelah pemberian oral mencpai kadar puncak dan dalam plasma setelah 60 menit, terikat pada protein plasma 99% sehingga bila terjadi nefrosis atau gagal ginjal kronik, maka diperlukan dosis furosemid jauh lebih besar dari pada dosis biasa.
Furosemid merupakan derivate sulfonamid yang berdaya diuretik kuat dengan titik kerjanya di lengkung henle bagian asendens. Mula kerjanya cepat, secara oral 0,5-1 jam dan bertahan selama 4-6 jam ekskresi melalui urin.











BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat-alat yang digunakan
1. Batang Pengaduk
2. Botol
3. Corong
4. Erlenmeyer 250, 500 ml Pyrex
5. Gelas ukur 100 ml Pyrex
6. Gelas piala 500 ml Pyrex
7. Kertas saring
8. Kain flannel
9. Kertas timbang
10. Kandang marmut
11. Kompor gas
12. Labu ukur 100 ml Pyrex
13. Lumpang dan stemper
14. Periuk rebusan
15. Spoit
16. Selang plastik
17. Timbangan analitik Acculab

III.1.2 Bahan yang digunakan
1. Air suling
2. Herba Pecut Kuda ( Stachytarpeta jamacensis L.Vahl )
3. Hewan uji Marmut ( Covia porselus )
4. Natrium Karboksi Metil Selulosa (Na.CMC) 1 %
5. Tablet Furosemid

III.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan Juni 2009, di Laboratorium Farmakologi Fakultas MIPA Universitas Pancasakti Makassar.

III.3 Konsep Operasional
Obat tradisional : Bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumhan, hewan, mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Simplisia : Bahan alam yang digunakan sebagai obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan.
Pemakaian oral : Suatu bentuk pemakaian obat dengan cara memasukkan obat lewat mulut lansung ke dalam lambung hewan menggunakan spoit oral.
Spoit oral : Alat injeksi yang telah dimodifikasi pada ujung jarum dibulatkan dengan jarum agak dibengkokkan.
Rebusan : Sediaan cair yang dibuat dengan merebus ramuan obat yang beasal dari simplisia, biasa berasal dari bahan segar atau yang telah dikeringkan.

III.4 Daftar Singkatan dan Lambang
b/v : Banyaknya gram zat dalam 100 ml larutan
Ml/g BB : Mililiter per gram berat badan
RAL : Rancangan Acak Lengkap
DB : Derajat bebas
FK : Faktor konversi
KT : Kuadrat tengah
JK : Jumlah kuadrat
Ft : F table
Fh : F hitung
NS : Non signifikan berarti tidak ada perbedaan efek
S : Signifikan artinya ada perbedaan efek
N : Hewan uji
∑ : Jumlah
_
X : Rata-rata
% : Persentase

III.5 Metode Penelitian

III.5.1 Pengambilan Sampel
Sampel berupa Herba Pecut Kuda diambil dari kelurahan Maccini sombala, Kecamatan Tamalate, Kabupaten/Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan.

III.5.2 Pengolahan Sampel
Sampel herba pecut kuda diambil, dikumpulkan, lalu dibersihkan dari kotoran atau benda asing yang melekat dengan cara dicuci, selanjutnya dipotong-potong kecil dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.

III.5.3 Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah marmut jantan sebanyak 15 ekor dipilih yang berbadan sehat, dewasa dengan berat badan 250-400 g. Hewan uji dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 ekor hewan uji. Kelompok I diberi air suling sebagai kontrol, kelompok II, III dan IV diberi rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 20 % b/v, 40 % b/v dan 60 % b/v sebagai kelompok perlakuan. Dan kelompok V diberi larutan Furosemid 0,008 % b/v sebagai pembanding.

III.6 Pembuatan Bahan Penelitian

III.6.1 Pembuatan Rebusan Herba Pecut Kuda (Stachytarpeta jamaicensis L. Vahl)
Herba pecut kuda dibuat dengan konsentrasi 20% b/v, 40% b/v, dan 60% b/v. Untuk pembuatan rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 20% dilakukan dengan menimbang 20 g simplisia herba pecut kuda (Stachytarpeta jamacensis L.Vahl) dan dimasukkan ke dalam periuk tanah lalu ditambahkan air suling sebanyak 300 ml kemudian direbus pada nyala api besar sampai mendidih sambil sekali-kali diaduk. Perebusan dianggap selesai bila air rebusan yang tersisa dari volume air semula adalah 100 ml sehingga diperoleh rebusan 20% b/v, selanjutnya diserkai dengan kain flannel, jika rebusan yang diperoleh kurang dari 100 ml, maka ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh rebusan yang dikehendaki. Untuk pembuatan rebusan dengan konsentrasi 40% b/v dan 60% b/v dilakukan dengan cara yang sama seperti di atas, yaitu dengan menimbang herba pecut kuda sebanyak 40 g dan 60 g kemudin masing-masing direbus dengan air suling sebanyak 300 ml.

III.6.2 Pembuatan Larutan Koloidal Na. CMC 1% b/v
Sebanyak 1 g serbuk Na. CMC dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam air suling panas (suhu 70oC) sambil diaduk elektrik hingga terbentuk larutan koloidal dan dicukupkan volumenya hingga 100 ml dengan air suling.
III.6.3 Pembuatan Suspensi Furosemid 0,008% b/v
Sebanyak 20 tablet Furosemid @ 40 mg ditimbang lalu dihitung bobot rata-ratanya kemudian dimasukkan ke dalam lumpang dan digerus, kemudian ditimbang sesuai yang dibutuhkan yaitu sebanyak 0,034 g serbuk tablet Furosemid untuk mendapatkan konsentrasi 0,008% b/v. Selanjutnya disuspensikan dengan Na.CMC 1 % b/v hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam labu terukur 100 ml kemudian dicukupkan volumenya sampai 100 ml dengan Na. CMC 1 % b/v.

III.7 Perlakuan Terhadap Hewan Uji
Hewan uji sebelum diberi perlakuan terlebih dahulu dipuasakan selama 5 jam. Kemudian masing-masing marmut ditimbang dan dihitung volume pemberiannya. Hewan uji dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 hewan uji, kelompok I diberi air suling sebagai control, kelompok II, III dan IV diberi rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 20 % b/v, 40 % b/v dan 60 % b/v sebagai kelompok perlakuan dan kelompok V diberi larutan Furosemid 0,008 % b/v sebagai pembanding. Masing-masing pemberian dilakukan secara oral. Volume pemberian maksimum untuk marmut adalah 10 ml/250 g BB.

III.8 Pengamatan dan Pengumpulan Data
Setelah semua marmut mendapat perlakuan, masing-masing ditempatkan dalam corong yang dibawahnya terdapat wadah penampung urine kemudian diamati dan dicatat frekuensi dan jumlah volume urine selama 5 jam.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Penelitian
Volume urin dan frekuensi diuresis yang dihasilkan setelah pemberian rebusan herba pecut kuda (Stachytarpeta jamacensis L.Vahl) pada beberapa konsentrasi pada marmut jantan sebagai berikut :
1. Kelompok I diberi air suling sebagai kontrol menghasilkan volume urin rata-rata 7 ml dan frekuensi diuresis rata-rata 2 kali dalam 5 jam. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2).
2. Kelompok II diberi rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 20% b/v menghasilkan volume urin rata-rata 13 ml dan frekuensi diuresis rata-rata 4,66 kali dalam 5 jam. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2).
3. Kelompok III diberi rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 40% b/v menghasilkan volume urin rata-rata 20,67 ml dan frekuensi diuresis rata-rata 5,66 kali dalam 5 jam. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2).
4. Kelompok IV diberi rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 60% b/v menghasilkan volume urin rata-rata 26,33 ml dan frekuensi diuresis rata-rata 7 kali dalam 5 jam. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2).
5. Kelompok V diberi larutan furosemid 0,008 b/v sebagai pembanding menghasilkan volume urin rata-rata 31 ml dan frekuensi diuresis rata-rata 8 kali dalam 5 jam. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2).
IV.2 Pembahasan
Diuretik adalah zat-zat yang dapat meningkatkan volume urin (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal.
Penelitian efek diuretik rebusan herba pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) terhadap marmut (Cavia porcellus) menggunakan 2 variabel yaitu frekuensi diuresis dan volume urin. Pengamatan terhadap frekuensi diuresis dilakukan dengan cara menghitung jumlah berapa kali marmut tersebut diuresis setelah perlakuan 5 jam, sedangkan volume urin diukur setiap jam selama 5 jam dan jumlah volume urin sudah dapat diukur.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmut jantan karena memiliki sistem hormonal yang lebih stabil dibandingkan dengan marmut betina. Sebelum perlakuan masing-masing marmut dipuasakan selama 6 jam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya interaksi antara zat aktif dengan makanan yang terdapat di lambung.
Efek diuretik dari rebusan herba pecut kuda disebabkan karena adanya kandungan alkaloid yang berefek lansung pada tubulus yaitu menyebabkan peningkatan ekskresi Na+ dan Cl- serta glikosida flavonoid yang mungkin dapat berfungsi menghambat transportasi Na+ atau K+ dan juga Cl- sehingga menyebabkan retensi Na+ , K+ , Cl- dan air dalam tubulus, demikian juga dengan mekanisme kerja furosemid.
Penggunaan air suling sebagai kontrol dimaksudkan untuk melihat adanya efek dari masing-masing konsentrasi rebusan herba pecut kuda, sedangkan penggunaan furosemid dimaksudkan untuk membandingkan efek diuretik dari masing-masing konsentrasi rebusan pecut kuda. Furosemid digunakan sebagai pembanding karena jenis obat ini banyak digunakan dan umumnya digunakan secara oral. Furosemid merupakan diuretik golongan kuat karena sangat mudah dan cepat diabsorpsi di saluran pencernaan, obat golongan ini ini berikatan dengan protein sangat tinggi dan waktu paruh yang sangat bervariasi yaitu 30 menit sampai 1 jam. Selain itu juga mempunyai efek samping saluran cerna lebih ringan dan kurva dosis responnya lebih curam.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) menunjukkan bahwa pemberian beberapa konsentrasi rebusan herba pecut kuda memberikan efek diuretik yang berbeda nyata. Dimana Untuk perhitungan volume urin, diperoleh rata-rata perlakuan yaitu air suling (kontrol), rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 20%, 40% dan 60% b/v serta furosemid 0,008% b/v (pembanding) masing-masing sebesar 7; 13; 20,67; 26,33; dan 31, hal ini berarti terdapat perbedaan yang nyata antara semua perlakuan.
Untuk perhitungan frekuensi diuresis, diperoleh rata-rata perlakuan yaitu air suling (kontrol), rebusan herba pecut kuda 20%, 40% dan 60% b/v serta furosemid 0,008% b/v (pembanding) masing-masing sebesar 2; 4,66; 5,66; 7; dan 8 kali, hal ini berarti terdapat perbedaan yang nyata antara semua perlakuan.
Pada gambar histogram jumlah volume urin pada masing-masing konsentrasi rebusan herba pecut kuda, kontrol dan pembanding terlihat makin tinggi konsentrasi rebusan pecut kuda maka makin besar pula jumlah volume urin yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.
Pada gambar histogram frekuensi diuresis masing-masing konsentrasi rebusan herba pecut kuda, kontrol dan pembanding terlihat makin tinggi konsentrasi rebusan herba pecut kuda makin besar pula frekuensi diuresis yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.
Dengan demikian perbedaan volume urin serta frekuensi diuresis yang dihasilkan oleh kontrol dengan rebusan herba pecut kuda disebabkan karena rebusan herba pecut kuda terdapat zat-zat yang berkhasiat sebagai diuretik. Jika dibandingkan dengan suspensi furosemid, efek diuretik yang ditimbulkan lebih besar karena furosemid adalah bahan diuretik tunggal dan merupakan golongan diuretik berdaya kuat yang bekerja pada ansa henle asenden pada bagian epitel tebal dengan cara menghambat transport natrium, kalium, dan klorida.






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data secara statistik dan pembahasan, maka dapa disimpulkan bahwa :
1. Rebusan herba pecut kuda dengan konsentrasi 20%, 40% dan 60% b/v dapat menimbulkan efek diuretik pada marmut jantan.
2. Pada penelitian ini, makin besar konsentrasi maka makin besar efek diuretik. Pada konsentrasi 60% menunjukkan efek yang tidak berbeda nyata dengan yang ditimbulkan oleh suspensi furosemid 0,008% (α = 0,05).

V.2 Saran
Untuk menambah data ilmiah disarankan melakukan penelitian uji efek diuretik dari herba pecut kuda dengan menggunakan metode yang lain.







DAFTAR PUSTAKA

1. Muhlisa, F. 1995. Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 1-2.

2. http://id.wikipedia.org/wiki/obat tradisional. Diakses 14 Desember 10 Februari 2009.

3. Ganiswara, G. Sulastri., 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 380.

4. Tjay, T.N. Raharjo. K., 1986. Obat-Obat Penting Khasiat dan Penggunaannya Serta Efek Sampingnya. EdisiIV. Dirjen Pengawasan Obat Dan Makanan. Jakarta. Hal 488-490.

5. Hariana, Arief. 2002. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 2

6. Tim Redaksi Buku Murah. 2005. Khasiat Tanaman Obat. Edisi I. Penerbit Pustaka Buku Murah.

7. Mukrima. 2008. Uji Efek Antifungi Ekstrak n-Butanol Akar Pecut Kuda (Stachytarpheta jamacensis L. Vahl) Terhadap Candida albicansdan KLT-Bioautografi. Universitas Pancasakti. Makassar

8. Departemen Pendidikan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Penerbit Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

9. Kelompok Kerja Ilmiah. 1993. Penapisan Farmakologi Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. Yayasan Pengembanan Obat Bahan Alam Phyto Medica, Jakarta.

10. Departemen Pendidikan Republik Indonesia. 1989. Sediaan Galenik. Penerbit Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Hal 8-10.

11. Stenis, Van, J.G.G.C. 1997. Flora. Penerbit Pradaya Paramitha. Jakarta. Hal 348.
12. Wijayakusuma, H, dkk. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia.
Pustaka Kartini. Jakarta. Hal 76-77.

13. Sugeng, H.R. 2001. Tanaman Apotik Hidup. Penerbit Anika Ilmu. Semarang.
Hal 74.
14. Malole, N.B.M, Pramono. 1980. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Penerbit Institut Pertanian. Bogor. Hal 74-76.

15. Mardono, A, dkk. 1980. Anatomi Marmut. Penerbit PT. Intermassa. Jakarta. Hal 4

16. Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Edisi V. Penerbit ITB. Bandung. Hal 557.

17. Gayton, A.C. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Hal 287-288.

18. Tjay. T.H. Kirana. R. 2002. Obat-obat Penting. Edisi ke-V. Departemen Keshatan RI. Jakrta. Hal 207.

19. Mary J. Mycek, Richard A. Harvey. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Penerbit Widya Medika. Hal 100, 226, 230, 234, 227.

20. Pearce, E.C. 2002. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerbit Gramedia. Jakarta. Hal 245.

















Tabel 1 : Hasil Pengamatan Volume Urin (ml) Selama 5 Jam

N Perlakuan
I II III IV V
1

2
3 5

9

7 10

14

15 18

20

24 26

25

28 30
32
31

Keterangan :
N : Hewan uji
I : Air suling (kontrol)
II : Rebusan herba pecut kuda 20% b/v
III : Rebusan herba pecut kuda 40% b/v
IV : Rebusan herba pecut kuda 60% b/v
V : Suspensi furosemid 0,008% b/v (pembanding)








Tabel 2. Hasil Pengamatan Frekuensi Diuresis (kali) Selama 5 Jam

N Perlakuan
I II III IV V
1

2
3 1

3

2 5

4

5 6

6

5 8

7

6 7
9
8

Keterangan :
N : Hewan uji
I : Air suling (kontrol)
II : Rebusan herba pecut kuda 20% b/v
III : Rebusan herba pecut kuda 40% b/v
IV : Rebusan herba pecut kuda 60% b/v
V : Suspensi furosemid 0,008% b/v (pembanding)








Lampiran 1 : Perhitungan Statistik Data Volume Urin (ml)
Hasil Pengamatan Volume Urin (ml) Selama 5 Jam

N Perlakuan Jumlah Total
I II III IV V
1

2
3 5

9

7 10

14

15 18

20

24 26

25

28 30
32
31 89
100
105
∑ 21 39 62 79 93 294
_
X 7 13 20,67 26,33 31

Keterangan :
N : Hewan uji
∑ : Jumlah volume urin (ml)
_
X : Rata-rata volume urin (ml)

I : Air suling (kontrol)

II : Rebusan herba pecut kuda 20% b/v
III : Rebusan herba pecut kuda 40% b/v
IV : Rebusan herba pecut kuda 60% b/v
V : Suspensi furosemid 0,008% b/v (pembanding)




1. Perhitungan Anava Volume Urin
A. Perhitungan derajat bebas untuk setiap sumber keseragaman
db Total = Total banyak pengamatan-1
= (r.t) -1
= (3.5) - 1
= 15 - 1
= 14
db Perlakuan = Total banyak perlakuan-1
= t - 1
= 5 - 1
= 4

db Galat = db Total - db Perlakuan
= 14 - 4
= 10
B. Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK)
JK




= 5762,4

1. Jumlah kuadrat Total (JKT)
JKT = T (Yij)2
= (5)2 + (9)2 + (7)2 +………. + (32)2 + (31)2
= 25 + 81 + 49 +……..+ 1024 + 961
= 7046
2. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)
JKP - FK
= - 5762,4

= - 5762,4

- 5762,4

= 6898,66 – 5762,4
= 1136,27
3. Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
JKG = JKT – FK – JKP
= 7046 – 5762,4 – 1136,27
= 147,33
C. Perhitungan Kuadrat Tengah
1. Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP)
KTP =


= 284,06
2. Kuadrat Tengah Galat (KTG)
KTG =



= 14,73
D. Perhitungan Distribusi F hitung
F hitung =

= 19,32

2. Tabel Anava

Sumber Variasi
DB
JK
KT
F Hitung F Tabel
5% 1%
Rata-rata perlakuan 1 5762,4 5762,4


19,32**
Perlakuan 4 1136,27 284,06
3,48
5,99
Galat 10 147,33 14,73
Total 15 7046

Keterangan :
* : Signifikan pada α = 0,05
** : Signifikan pada α = 0,01
Karena F hitung > F tabel pada taraf (α) 0,05 = 3,84 dan taraf (α) 0,01 = 5,99 sangat signifikan artinya ada perlakuan yang sangat berbeda nyata terhadap volume urin marmut, untuk mengetahui yang paling berpengaruh di antara perlakuan tersebut, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Student Newman Keuls (SNK).

3. Uji Lanjutan Student Newman Keuls (SNK)
Syi =

=

= 1,71
Daftar nilai baku Q untuk uji beda nyata yaitu :
α = 0,05 diperoleh
P 2 3 4 5
Rentang 3,15 3,88 4,33 4,66




Kemudian dikali dengan harga rentangan yang diperoleh 1,71 maka didapat RST untuk tiap konsentrasi sebagai berikut :
P 2 3 4 5
RST 5,38 6,63 7,4 7,97


Dari tabel 1 didapat rata-rata perlakuan setelah disusun menurut dari yang terkecil sampai yang terbesar diperoleh :
Rata-rata volume urin dari masing-masing konsentrasi
Perlakuan I II III IV V
Air suling 20% b/v 40% b/v 60% b/v Furosemid
Rata-rata hasil 7 13,00 20,67 26,33 31,00

(I – II) = 6 > 5,38 S
(I – III) = 13,67 > 6,63 S
(I – IV) = 19,33 > 7,4 S
(I – V) = 24 > 7,97 S
(II – III) = 7,67 > 5,38 S
(II – IV) = 13,33 > 6,63 S
(II – V) = 18 > 7,4 S
(III – IV) = 5,66 > 5,38 S
(III – V) = 10,33 > 6,63 S
(IV – V) = 4,67 < 5,38 NS

Keterangan :
S : Signifikan ada perbedaan efek atau tidak sama efeknya
NS : Non signifikan ada perbedaan atau sama efeknya
I : Air suling (kontrol)
II : Rebusan herba pecut kuda 20% b/v
III : Rebusan herba pecut kuda 40% b/v
IV : Rebusan herba pecut kuda 60% b/v
V : Suspensi furosemid 0,008% b/v (pembanding)



Lampiran 2 : Perhitungan Statistik Data Frekuensi Diuresis (kali)
Hasil Pengamatan Frekuensi Diuresis (kali) Selama 5 Jam

N Perlakuan Jumlah Total
I II III IV V
1

2
3 1

3

2 5

4

5 6

6

5 8

7

6 7
9
8 27
29
26
∑ 6 14 17 21 24 82
_
X 2 4,66 5,66 7 8


Keterangan :
N : Hewan uji
∑ : Jumlah volume urin (ml)
_
X : Rata-rata volume urin (ml)

I : Air suling (kontrol)

II : Rebusan herba pecut kuda 20% b/v
III : Rebusan herba pecut kuda 40% b/v
IV : Rebusan herba pecut kuda 60% b/v
V : Suspensi furosemid 0,008% b/v (pembanding)



1. Perhitungan Anava Frekuensi Diuresis (kali)
A. Perhitungan derajat bebas untuk setiap sumber keseragaman
db Total = Total banyak pengamatan-1
= (r.t) -1
= (3.5) - 1
= 15 - 1
= 14
db Perlakuan = Total banyak perlakuan-1
= t - 1
= 5 - 1
= 4

db Galat = db Total - db Perlakuan
= 14 - 4
= 10
B. Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK)
JK


= 448,26

1. Jumlah kuadrat Total (JKT)
JKT = T (Yij)2
= (1)2 + (3)2 + (2)2 +………. + (9)2 + (8)2
= 1 + 9 + 4 +……..+ 81 + 64
= 520
2. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)
JKP - FK
= – 448,26
= – 448,26
= 64,40
3. Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
JKG = JKT – FK – JKP
= 520 – 448,26 – 64,40
= 7,34
C. Perhitungan Kuadrat Tengah
1. Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP)
KTP =

= 16,1
2. Kuadrat Tengah Galat (KTG)
KTG =

= 0,73


D. Perhitungan Distribusi F hitung
F hitung =

= 22,05

2. Tabel Anava

Sumber Variasi
DB
JK
KT
F Hitung F Tabel
5% 1%
Rata-rata perlakuan 1 448,26 448,26


22,05*
Perlakuan 4 64,40 16,1
3,48
5,99
Galat 10 7,34 0,73
Total 15 520


Keterangan :
* : Signifikan pada α = 0,05
** : Signifikan pada α = 0,01
Karena F hitung > F tabel pada taraf (α) 0,05 = 3,84 dan taraf (α) 0,01 = 5,99 sangat signifikan artinya ada perlakuan yang sangat berbeda nyata terhadap volume urin marmut, untuk mengetahui yang paling berpengaruh di antara perlakuan tersebut, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Student Newman Keuls (SNK).

3. Uji Lanjutan Student Newman Keuls (SNK)
Syi =
=

=

= 0,38
Daftar nilai baku Q untuk uji beda nyata yaitu :
α = 0,05 diperoleh
P 2 3 4 5
Rentang 3,15 3,88 4,33 4,66



Kemudian dikali dengan harga rentangan yang diperoleh 0,38 maka didapat RST untuk tiap konsentrasi sebagai berikut :
P 2 3 4 5
RST 1,19 1,45 1,64 1,77


Dari tabel 2 didapat rata-rata perlakuan setelah disusun menurut dari yang terkecil sampai yang terbesar diperoleh :
Rata-rata frekuensi diuresis dari masing-masing konsentrasi
Perlakuan I II III IV V
Air suling 20% b/v 40% b/v 60% b/v Furosemid
Rata-rata hasil 2 4,66 5,66 7 8

(I – II) = 2,66 > 1,19 S
(I – III) = 3,66 > 1,45 S
(I – IV) = 5 > 1,64 S
(I – V) = 6 > 1,77 S
(II – III) = 1 < 1,19 NS
(II – IV) = 2,34 > 1,45 S
(II – V) = 3,34 > 1,64 S
(III – IV) = 1,34 < 1,77 NS
(III – V) = 2,34 > 1,19 S
(IV – V) = 1 < 1,54 NS



Keterangan :
S : Signifikan ada perbedaan efek atau tidak sama efeknya
NS : Non signifikan ada perbedaan atau sama efeknya
I : Air suling (kontrol)
II : Rebusan herba pecut kuda 20% b/v
III : Rebusan herba pecut kuda 40% b/v
IV : Rebusan herba pecut kuda 60% b/v
V : Suspensi furosemid 0,008% b/v (pembanding